1 . Latar Belakang
Manusia
merupakan makhluk hasil karya maha dahsyat dari Allah SWT. Penciptaan yang
begitu sempurna telah ditunjukkan oleh-Nya dan telah terbukti secara ilmiah.
Tak seorang-pun manusia di muka bumi ini mampu menyamai, apalagi menandingi
ilmu dan kekuasaan yang Allah miliki. Allah juga telah memberikan fasilitas
yang begitu lengkap kepada manusia. Manusia diberi amanat yang begitu besar,
yakni untuk merawat salah satu ciptaan-Nya, yang tak lain manfaatnya juga akan
kembali pada manusia. Allah hanya meminta manusia agar mereka tidak melupakan
dari siapa semua kenikmatan hidup itu. Allah menciptakan semua makhluk di dunia
ini untuk selalu patuh dan mengabdi kepada-Nya. Hal ini terlihat jelas dalam
salah satu firman Allah :
وما
خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Namun
pada kenyataannya, manusia kadang lupa terhadap Allah, bahkan mereka tidak
mempercayai-Nya. Fenomena seperti ini telah terjadi sejak masa kenabian. Banyak
manusia yang tidak mempercayai bahwa Allah-lah satu-satunya Dzat yang patut
disembah. Ada manusia yang menyembah berhala, api, matahari, dan lain
sebagainya.
Dalam
makalah ini, penulis akan menghadirkan beberapa penafsiran dari mufassir
tentang perilaku syirik, yang dilihat dari segi makna syirik itu sendiri.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Makna Musyrik
Ada
beberapa makna musyrik yang dapat ditemukan dalam al-Qur’an. Kata musyrik
setidaknya disebutkan lebih dari 160 kali dengan sighat yang berbeda. Musyrik
adalah orang yang mempersekutukan Allah, mengakui akan adanya Tuhan lain.Dengan
demikian orang musyrik disamping menyembah Allah, mengabdikan diri kepada
Allah, juga mengabdikan dirinya kepada yang selain Allah. Jadi orang musyrik
itu ialah mereka yang mempersekutukan Allah baik dalam bentuk I’tikad
(kepercayaan), ucapan maupun dalam bentuk amal perbuatan. Mereka (orang
musyrik) menjadikan mahkluk yang diciptakan Allah ini, baik yang berupa benda
maupun manusia sebagai Tuhan dan menjadikan sebagai Andad , Alihah , Thoughut
dan Arbab. Ini merupakan pengertian musyrik secara umum. Berikut ini, penulis
akan menghadirkan beberapa ayat yang menyangkut perbuatan syirik.
2.2 Tinjauan al-Qur’an
a.
Surat al-Hajj: 17
“Sesungguhnya orang-orang yang
beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-iin orang-orang Nasrani,
orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi Keputusan di
antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.”
Dari
pengertian ini, syirik bukan berarti menyekutukan Allah terhadap sesuatu yang
lain, melainkan lebih mengerucut pada suatu agama yang menyembah berhala. Lebih
lajut agama ini merupakan agama yang berasal dari setan. Penafsiran seperti ini
juga dikemukakan oleh Fatkhul Qodir. Berbeda dengan penafsiran Ibnu Katsir.
Beliau berpendapat bahwa musyrik itu adalah:
والذين
أشركوا فعبدوا غير الله معه.
Orang
syirik itu adalah orang-orang yang menyembah selain Allah. Dari definisi ini,
ibnu Katsir mendefinisikan perbuatan syirik lebih umum dari pada definisi yang
diberikan oleh At-Thobari. Orang yang menyembah selain Allah berarti sudah
melakukan dosa syirik yang akan mendapat balasan berupa neraka.
b.
Q.S. al-An’am: 100
“Dan mereka (orang-orang musyrik)
menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan
jin-jin itu, dan mereka membohong (dengan mengatakan): "Bahwasanya Allah
mempunyai anak laki-laki dan perempuan", tanpa (berdasar) ilmu
pengetahuan. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat yang mereka
berikan.”
Menurut
ibnu Katsir dalam kitabnya“tafsir qur’anil adhim”,ayat ini merupakan penolakan
Allah terhadap orang-orang yang menyekutukan Allah dengan jin, padahal jin itu
merupakan makhluk yang diciptakan oleh Allah. Jika ditanya mengapa menyembah
jin, padahal musyrik adalah orang yang menyembah berhala. Pada hakikatnya,
mereka tidak menyembah berhala kecuali karena bisikan dan dorongan jin kepada
mereka. Oleh karena itulah, dalam salah satu firman Allah yang berbunyi:
“Wahai bapakku, janganlah kamu
menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan yang Maha
Pemurah.”
Ini
merupakan perkataan nabi Ibrahim kepada ayahnya agar tigak menyembah setan.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pada zaman nabi Ibrahim, menyembah berhala
merupakan kepercayaan masyarakat saat itu. Namun, nabi Ibrahim mengatakan
jangan menyembah setan.
Dari
pernyataan ini, dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud musyrik dalam ayat
di atas adalah orang yang menyembah berhala atas bisikan dan godaan jin. Lebih
lanjut, kaum musyrik menuduh bahwa Allah beranak laki-laki dan wanita, yang tak
lain persepsi tersebut juga berasal dari bisikan jin.
Penafsiran
berbeda diperlihatkan oleh Ar-Rozi, bahwa ada tiga kelompok yang berbeda dalam
memaknai arti syirik pada ayat di atas. Kelompok pertama berpendapat bahwa
syirik adalah penyembahan berhala. Mereka menyekutukan Allah dengan menyembah
berhala. Namun mereka megetahui bahwa berhala ini tidak kuasa atas penciptaan
dan pembuatan. Kelompok kedua menyatakan bahwa maksud dari syirik disini adalah
orang musyrik yang mengatakan pengatur alam ini adalah bintang-bintang.
Kelompok ketiga mengatakan bahwa termasuk orang-orang musyrik ialah mereka yang
mengatakan bahwa di seluruh alam ini ada dua Tuhan, yaitu Tuhan yang melakukan
kebaikan dan Tuhan yang melakukan kejelekan.
c.
Q.S. at-Taubah: 28
“Hai orang-orang yang beriman,
Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, Maka janganlah mereka
mendekati Masjidil haram sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi
miskin, Maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karunia-Nya,
jika dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Dalam
kitab karya Fatkhul Qodir, orang-orang musyrik disifati sebagai orang najis
karena mereka itu tidak bersuci, tidak mandi, dan tidak menjauhi najis. Ini
merupakan perkataan dari Qatadah dan Mu‘ammar. Sedangkan dalam ensiklopedi
islam, diterangkan bahwa surat at-Taubah ini menjelaskan bahwa orang musyrik
itu tergolong orang-orang najis dan Allah melarang mereka mendekati masjidil
haram.
Keluar
dari penafsiran ayat ini, diterangkan pula bahwa pengertian musyrik tidak hanya
terbatas pada perbuatan menyembah berhala, menyembah manusia, ataupun meyakini
berbilangnya Tuhan. Syirik juga meliputi fikir, sikap, dan tindakan yang muncul
dari dalam diri manusia.
d.
Q.S. Yusuf: 106
“Dan sebahagian besar dari mereka
tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah
(dengan sembahan-sembahan lain).”
Dalam
tafsir ath-Thobari, diterangkan bahwa lafadz musyrik dalam ayat di atas
bermakna kelompok yang menyembah berhala dan berasumsi bahwa Tuhan itu
mempunyai anak. Lebih lanjut dijelaskan oleh al-Alusi bahwa yang dimaksud anak
Tuhan adalah para malaikat. Dalam kitab fatkhul qodir, musyrik disini diartikan
kelompok yang menyembah selain Allah. Sedangkan menurut az-Zamakhsari, musyrik
disini adalah mereka yang menyembah berhala. Beliau juga mengutip pendapat dari
hasan yang menyatakan musyrik adalah para ahli kitab yang tenggelam dalam
kemusyrikan, namun juga masih beriman. Serta dari ibnu Abbas yang beranggapan
bahwa musyrik itu adalah golongan yang menyamakan Tuhan dengan ciptaan-Nya.
2.3 Macam-Macam Syirik
Dalam
kitab jawabul kafi termaktub bahwa syirik itu ada dua macam. Pertama, syirik
yang berkaitan dengan dzat Allah Yang Disembah, asma-Nya, sifat-Nya, dan
perbuatan-Nya. Kedua, syirik yang berhubungan dengan penyembahan terhadap-Nya
dan bermu’amalah dengan-Nya, meskipun pelaku syirik yang kedua ini berkeyakinan
bahwa Allah SWT tidak memiliki sekutu dalam dzat, sifat, dan perbuatan-Nya.
Dalam
kutubul akhlaq war riqoq (kabair) disebutkan bahwa dosa yang paling besar
adalah syirik. Syirik sendiri terdiri dari dua macam, yaitu menyembah
selain-Nya seperti menyembah batu, pohon, matahari, bulan, nabi, bintang, raja,
atau yang lainnya. Ini merupakan kesyirikan yang paling besar yang disebutkan
oleh Allah SWT.
“Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan
Allah, Maka sungguh ia Telah berbuat dosa yang besar.”
Barang
siapa menyekutukan Allah dan mati dalam keadaan musyrik, tak lain ia bagian
dari ahli neraka. Kedua adalah syirik yang berupa sifat riya dalam suatu
perbuatan, sebagaimana firman Allah SWT:
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan
Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".
2.4 Musryik Dalam Islam
Hal
itulah yang disebut musyrik dalam Islam. Musyrik dalam Islam berarti
mempersekutukan Allah swt dan bergantung kepada dzat selain-Nya. Dalam surat
Al-Ikhlas, secara gamblang, Allah mengajarkan kepada kita bahwa dzat-Nya
hanyalah satu dan tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya.
Pada
ayat pertama, dijelaskan bahwa Allah, Tuhan Semesta Alam, hanyalah satu dzat.
Ayat berikutnya menjelaskan bahwa hanya kepada-Nyalah tempat manusia
menggantungkan hidup. Allah juga tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.
Pada akhirnya, tidak ada sesuatu pun yang dapat menyerupai-Nya.
Musyrik dalam Islam merupakan orang yang mempersekutukan Allah, mengaku akan
adanya tuhan selain Allah Swt atau menyamakan sesuatu dengan Allah Swt.
Perbuatan itu disebut musyrik. Firman Allah Swt:
“Ingatlah Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi
pelajaran kepadanya:’Hai anakku! Janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar” (QS. Luqman: 13).
Dengan
demikian orang musyrik dalam Islam disamping menyembah Allah Swt, taat
kepada Allah Swt, juga mengabdikan dirinya kepada yang selain Allah Swt. Jadi
orang musyrik itu ialah mereka yang mempersekutukan Allah Swt baik dalam bentuk
i’tikad atau kepercayaan, ucapan maupun dalam bentuk amal perbuatan. Berikut
beberapa kepercayaan orang-orang musyrik:
1. Alihah
Alilah
adalah suatu kepercayaan terhadap benda dan binatang yang menurut keyakinannya
dapat memberikan manfaat serta dapat menolak bahaya. Misalnya kita memakai
cincin merah delima, dan kita yakin bahawa dengan memakainya dapat
menghindarkan bahaya. Adapun kepercayaan memelihara burung Terkukur dapat
memberikan kemajuan dalam bidang perniagaannya. Dan itulah dinamakan Alihah,
yakni menyekutukan Allah Swt dengan binatang dan benda.
2. Andad
Andad
adalah sesuatu perkara yang dicintai dan dihormati melebihi daripada cintanya
kepada Allah Swt, sehingga dapat memalingkan seseorang dari melaksanakan
ketaatan terhadap Allah Swt dan Rasul-Nya. Misalnya saja seorang yang senang
mencintai kepada benda, keluarga, rumah dan sebagainya, dimana cintanya
melebihi cintai terhadap Allah Swt dan Rasul-Nya. Sehingga mereka lalai dalam
melaksanakan kewajiban agama, karena terlalu cintanya terhadap benda tersebut.
3. Thoghut
Thoghut
adalah orang yang ditakuti dan ditaati seperti takut kepada Allah Swt, bahkan
melebihi rasa takut dan taatnya kepada Allah Swt, walaupun keinginan dan
perintahnya itu harus berbuat derhaka kepada-Nya.
4. Arbab
Arbab
adalah para pemuka agama atau ulama, ustad yang suka memberikan fatwa, nasihat
yang menyalahi ketentuan, perintah dan larangan Allah Swt dan Rasul-Nya,
kemudian ditaati oleh para pengikutnya tanpa diteliti dulu seperti mentaati
terhadap Allah Swt dan Rasul-Nya. Para pemuka agama itu telah menjadikan
dirinya dan dijadikan para pengikutnya Arbab atau tuhan selain Allah Swt.
Dosa Besar
Dalam
kaitannya dengan musyrik, Islam memandang amalan musyrik sebagai suatu dosa
besar. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan agar dosa besar tersebut diampuni
adalah kembali ke jalan-Nya, bertaubat dengan sebenar-benar taubat (taubatan
nasuha).
Amalan yang berakibat musyrik dapat secara sengaja kita
lakukan atau kita sendiri tidak terlalu menyadari perbuatan yang memicu amalan
musyrik tersebut. Bayangkan Anda memenangkan sebuah tender. Anda akan berpikir
bahwa tender tersebut diraih karena usaha keras yang telah Anda lakukan. Sebenarnya,
keberhasilan tersebut merupakan anugerah yang Allah berikan kepada Anda.
Keberhasilan itu merupakan sebuah nikmat sekaligus cobaan. Sebuah nikmat karena
Anda bisa mendapatkan “upah” dari jerih payah yang telah dilakukan selama ini.
Sebuah
cobaan karena dengan kenikmatan tersebut boleh jadi Allah sedang menguji apakah
kita menjadi hamba yang bersyukur atau kufur akan segala nikmat-Nya.
Tidak Bersyukur
Penolakan
atau keyakinan bahwa suatu nikmat bukanlah berasal dari kasih sayang dan
anugerah Allah Swt, merupakan contoh kecil musyrik yang tidak terlalu
terang-terangan kita lakukan. Penolakan tersebut digolongkan sebagai perbuatan
musyrik karena kita meniadakan peran Allah Swt sebagai pemberi nikmat.
Hal
itu mendorong kita melakukan perbuatan yang tergolong sebagai dosa besar.
Selain itu, perilaku musyrik dapat dilakukan secara terang-terangan. Misalnya,
Anda menaruh sebuah patung dengan harapan patung tersebut dapat memberikan
pemasukan yang lebih terhadap usaha Anda.
Anda
juga mengharapkan bantuan patung tersebut untuk menarik pelanggan
sebanyak-sebanyaknya. Anda lupa dan tidak sadar bahwa patung tersebut
sebenarnya tidak memberikan kuasa apapun terhadap usaha Anda. Jadi,
berhati-hatilah terhadap setiap tindakan yang Anda lakukan!
2.5 Golongan Orang-Orang Musyrik dalam Islam
Siapakah
yang disebut orang musyrik itu? Kapan seseorang dikatakan musyrik? Apakah ada
kaitan antara penamaan musyrik dengan tegaknya hujjah? Apakah pelaku syirik
akbar yang jahil bisa dikatakan musyrik? Mari kita mengkajinya dengan
berlandaskan Al-Qur’an, As-Sunnah serta ijma’ dan pernyataan para ulama dakwah
tauhid.
Syirik
adalah lawan tauhid, maka tidak ada tauhid bila syirik terdapat pada diri
seseorang. Orang yang berbuat syirik akbar dengan sengaja tanpa ada unsur
paksaan maka dia itu musyrik, baik laki-laki atau perempuan, baik mengaku Islam
atau tidak, berdasarkan dalil-dalil berikut ini:
1. Dalil-Dalil dari Al-Qur’an
“Dan
bila ada satu orang dari kalangan orang-orang musyrik meminta perlindungan
kepadamu, maka berilah dia perlindungan sampai dia mendengar firman Allah.” (QS. At Taubah: 6).
Dalam
ayat ini Allah Swt menamakan pelaku syirik sebagai orang musyrik, meskipun dia
belum mendengar firman Allah Swt, maka apa gerangan dengan pelaku syirik yang
telah mendengar firman Allah Swt, dia membaca Al-Qur’an dan terjemahannya.
Bahkan mungkin juga menghafalnya
“Tidak
selayaknya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampunan bagi kaum
musyrikin, meskipun mereka itu kerabat dekat.” (QS. At Taubah: 113).
Ayat
ini berkenaan dengan Rasulullah Saw saat meminta izin kepada Allah Swt untuk
memintakan ampunan bagi ibunya yang meninggal sebelum Rasulullah diutus, dan
meninggal di atas ajaran kaumnya yang syirik. Allah Swt menggolongkan ibunda
beliau dalam jajaran kaum musyrikin, padahal saat itu dalam kebodohan, belum
ada dakwah dan hujjah risaliyyah karena saat itu terjadi kekosongan
dakwah.
“Dan beribadahlah kalian kepada Allah dan jangan
menyekutukan sesuatupun dengan-Nya.” (QS. An Nisaa’: 36).
“Dan mereka tidak diperintahkan kecuali untuk beribadah
kepada Allah seraya memurnikan seluruh dien (ketundukan) hanya kepada-Nya, lagi
mereka itu hanif”
(QS. Al Bayyinah: 5).
“Hak hukum (putusan) hanyalah milik Allah. Dia memerintahkan
agar kalian tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Itulah dien yang lurus….” (QS. Yusuf : 40).
“Dia (Yusuf) tidak mungkin membawa saudaranya pada dien
(UU/Hukum) raja itu”
(QS. Yusuf : 76).
Orang
yang di samping beribadah kepada Allah Swt juga beribadah kepada yang lainnya,
sesungguhnya dia itu tidak dianggap beribadah kepada Allah Swt.
“Katakanlah : “Wahai orang-orang kafir, aku tidak beribadah
kepada tuhan-tuhan yang kalian ibadati.” (QS. Al Kaafiruun: 1-2).
Dalam
surat ini Rasulullah Saw diperintahkan untuk menyatakan,“Saya tidak akan beribadah
kepada tuhan-tuhan yang kalian ibadati, wahai orang-orang kafir Quraisy!”,
padahal di antara tuhan yang mereka ibadati itu adalah Allah Swt! Apakah ini
berarti Rasulullah tidak akan beribadah kepada Allah Swt juga? Ibnul Qayyim
menjelaskan bahwa peribadatan mereka kepada Allah Swt itu tidak dianggap,
karena mereka juga beribadah kepada yang lain-Nya.
2. Dalil dari Hadis
Dahulu
ada seorang laki-laki datang bertanya kepada Rasulullah Saw tentang ayahnya
yang meninggal pada zaman fatrah, yaitu zaman ketika tidak ada dakwah di
atas ajaran syirik. maka Rasulullah Saw menjawab, “Ayahmu di neraka”,
mendengar jawaban itu si laki-laki mukanya merah, dan ketika dia berpaling,
Rasulullah Saw memanggilnya dan mengatakan kepadanya,“Ayahku dan ayahmu di
neraka” (HR. Muslim).
Ayah
Rasulullah Saw, Abdullah meninggal pada zaman jahiliyah, saat tidak ada dakwah
dan tidak ada hujjah risaliyyah, meninggal di atas ajaran syirik
kaumnya. Rasulullah Saw bukan hanya menetapkan status nama di dunia, tapi juga
langsung hukum pasti bagi ayahnya di akhirat kelak, berupa api neraka. Dari
hadis ini Imam Nawawiy menyatakan bahwa orang yang berbuat syirik akbar, baik
zaman fatrah atau bukan, baik ada dakwah atau tidak, dia itu adalah calon
penghuni neraka.
3. Ijma Para Ulama
Para
ulama ijma bahwa orang yang berbuat syirik akbar itu dinamakan musyrik. Hal
yang menjadi perbedaan di antara mereka hanyalah masalah ‘adzab di akhirat bagi
yang belum tegak hujjah risaliyyah atasnya.
Adapun
masalah nama di dunia mereka sepakat bahwa ia adalah musyrik. Sehingga mereka
sepakat bahwa status anak orang musyrik dalam Islam di dunia adalah
musyrik. Namun perbedaan di antara mereka hanya dalam masalah status akhirat,
dia ke surga atau ke neraka. Di dunia tentang nama sepakat, sehingga anak-anak
orang musyrik dijadikan budak, sedangkan orang muslim itu tidak bisa dijadikan
budak di awalnya.
Itulah
beberapa catatan penting tentang musyrik dalam Islam yang patut kita cermati.
Dengan demikian setidaknya bisa menjadi sebuah pegangan buat kita untuk tidak
terjebak dalam bahaya syirik.
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Banyaknya
penafsiran lafadz musyrik membuat kita harus lebih jeli dalam menentukan makna
suatu kata dalam al-Qur’an. Bertitik tolak pada penafsiran-penafsiran di atas,
penulis menyimpulkan bahwa arti dari lafadz musyrik dapat digolongkan menjadi
tiga, yaitu:
1.
Musyrik yang berarti sebuah agama yang selain menyembah Allah, juga menyembah
berhala.
2.
Musyrik berarti sebuah perilaku yang menyekutukan atau menyamakan Allah dengan
sesuatu yang lain, seperti berhala, matahari, atau batu.
3.
Musyrik dapat berarti sebuah pemikiran ataupun sikap yang mempercayai adanya
penolong selain-Nya.
3.2 PENUTUP
Demikian
makalah ini disusun. Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi bagi saya
khususnya dan kepada bapak dosen pengampu serta pembaca sekalian pada umumnya.
Penulis sadar bahwa tiada gading yang tak retak, tiada makalah tanpa suatu
kekurangan. Bimbingan dari bapak dosen pengampu, semoga dapat memperbaiki isi
ataupun kandungan makalah ini.
No comments:
Post a Comment