KATA PENGANTAR
Islam adalah
agama yang suci, dan juga agama rahmat bagi sekalian alam, maka salah satu
bukti bahwa Islam rahmat bagi sekalian alam, sangat peduli tentang kebersihan,
bahkan shalat adalah rukun Islam yang kedua, ketika seorang hamba ingin mengerjakan
ibadah tersebut salah satu syarat syahnya adalah harus suci daripada hadast dan
najis.
Baik firman
Allah SWT atau hadist Rasulullah SAW sangat banyak yang menjelaskan tentang
kebersihan. Dan bahkan kebersihan itu adalah sebagian daripada iman. Jadi pada
hakikatnya Islam itu sangat indah kalau kita aplikasikan sebagai pedoman hidup
kita serta kita laksanakan dengan secara kaffah atau menyeluruh.
Thaharah adalah
bersih atau suci serta suci daripada hadast dan najis. Dalam thaharah ini
sangat urgen sekali untuk dipelajari dan bagaimana sebenarnya thaharah yang
baik dan benar, bagaimana cara membersihkannya, apa itu najis, bagaimana najis
dan lain sebagainya.
Maka atas dasar
itulah penulis ingin mengupas dalam makalah ini tentang thaharah, betapa urgennya
untuk kita ketahui demi untuk kepentingan kita bersama, maka dalam makalah yang
singkat ini penulis ingin memaparkan tentang pengertian thaharah, cara
berwhudu, syarat-syarat fardhu berwhudu, rukun berwhudu, sunnat berwhudu, dan
hal-hal yang membatalkan whudu.
Mudah-mudahan
makalah ini ada manfaatnya bagi kita semua khsusnya bagi penulis sendiri, dan
mudah-mudahan dengan tampilnya makalah ini ibadah dan cara beribadah kita
kepada Allah SWT semakin baik dan benar.
Lhokseumawe, 12 Desember 2013
Zippien
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Thaharah merupakan miftah (alat
pembuka) pintu untuk memasuki ibadah shalat. Tanpa thaharah pintu tersebut
tidak akan terbuka. Artinya tanpa thaharah, ibadah shalat, baik yang fardhu
maupun yang sunnah, tidak sah.
Karena fungsinya sebagai alat pembuka
pintu shalat, maka setiap muslim yang akan melakukan shalat tidak saja harus
mengerti thaharah melainkan juga harus mengetahui dan terampil melaksanakannya
sehingga thaharahnya itu sendiri terhitung sah menurut ajaran ibadah syar’iah.
PERUMUSAN
MASALAH
1.
Apa yang
dimaksud dengan thaharah?
2.
Bagaimana cara
thaharah dari hadast dan najis?
TUJUAN
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan thaharah
2.
Untuk mengetahui bagaimana cara thaharah dari hadast maupun dari najis.
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN THAHARAH
Thaharah berarti bersih (Nadlafah), suci (Nazahah) terbebas
(khulus) dari kotoran (danas) seperti tersebut dalam surat Al - A’raf ayat 82 yang artinya:
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri.
Menurut syara’ thaharah
itu adalah mengangkat (menghilangkan) penghalang yang timbul dari hadats dan
najis. Dengan demikian thaharah syara’ terbagi menjadi dua yaitu thaharah dari
hadats dan thaharah dari najis.
THAHARAH DARI HADAST
Thaharah dari
hadats ada tiga macam yaitu wudhu’, mandi, dan tayammum. Alat yang digunakan
untuk bersuci adalah air mutlak untuk wudhu’ dan mandi, tanah yang suci untuk
tayammum.
A. Wudhu’
Menurut lughat
(bahasa), adalah perbuatan menggunakan air pada anggota tubuh tertentu. Dalam
istilah syara’ wudhu’ adalah perbuatan tertentu yang dimulai dengan niat.
Mula-mula wudhu’ itu diwajibkan setiap kali hendak melakukan sholat tetapi
kemudian kewajiban itu dikaitkan dengan keadaan berhadats. Dalil-dalil wajib
wudhu’:
1. Ayat Al-Qur'an
surat al-maidah ayat 6 yang artinya “ Hai orang-orang yang beriman, apabila
kamu hendak melakukan sholat , maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan
siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan ke dua mata kaki …”
2. Hadits Rasul
SAW yang artinya “ Allah tidak menerima shalat seseorang kamu bila Ia
berhadats, sampai Ia berwudhu’ “ ( HR Baihaqi, Abu Daud, dan Tirmizi )
Fardhu wudhu’ yaitu :
1.
niat
4. menyapu
kepala
2.
membasuh muka 5. membasuh kaki
3.
membasuh tangan
6.
tertib
Sunat wudhu’ yaitu :
1. Membaca
basmalah pada awalnya
2. Membasuh ke dua
telapak tangan sampai ke pergelangan sebanyak tiga kali, sebelum berkumur-kumur, walaupun diyakininya
tangannya itu bersih
3. Madmanah, yakni
berkumur-kumur memasukan air ke mulut sambil mengguncangkannya lalu
membuangnya.
4. Istinsyaq,
yakni memasukan air ke hidung kemudian membuangnya
5. Meratakan
sapuan keseluruh kepala
6. Menyapu kedua
telinga
7. Menyela-nyela
janggut dengan jari
8. Mendahulukan
yang kanan atas yang kiri
9. Melakukan
perbuatan bersuci itu tiga kali-tiga kali
10. Muwalah, yakni melakukan perbuatan
tersebut secara beruntun
11. Menghadap kiblat
12. Mengosok-gosok anggota wudhu’ khususnya
bagian tumit
13. Menggunakan air dengan hemat.
Terdapat tiga
pendapat mengenai kumur–kumur dan menghisap air di dalam wudhu’ yaitu :
1. Kedua perbuatan
itu hukumnya sunah. Ini merupakan pendapat Imam Malik, asy- Syafi’I dan Abu
hanifah.
2. Keduanya
fardhu’, di dalam wudhu’. Dan ini perkataan Ibnu abu Laila dan kelompok murid
Abu Daud
3. Menghisap air
adalah fardhu’, dan berkumur-kumur adalah sunah. Ini adalah pendapat Abu Tsaur,
abu Ubadah dan sekelompok ahli Zahir.
Dalam wudhu’
terdapat niat. Ada beberapa pendapat mengenainya. Sebagian Ulama amshar
berpendapat bahwa niat itu menjadi syarat sahnya wudhu’, mereka adalah Ima as-
syafi’I, Malik, Ahmad, Abu Tsaur, dan Daud.
Sedang Fuqoha
lainnya berpendapat bahwa niat tidak menjadi syarat (sahnya wudhu’). Mereka
adalah abu Hanifah, dan Ats- sauri. Perbedaan mereka karena, perbedaan
pandangan mengenai wudhu’ itu sendiri. Yang memang bukan ibadah murni seperti
sholat. Hal ini dilakukan demi mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Hal- hal yang membatalkan wudhu’ :
1. Keluar sesuatu
dari qubul atau dubur, berupa apapun, benda padat atau cair, angin. Terkecuali
maninya sendiri baik yang biasa maupun tidak, keluar sendirinya atau keluar
daripadanya. Dalil yang berkenaan dengan hal in yaitu surat Al- Maidah ayat 6
yang artinya “ … atau keluar dari tempat buang air (kakus) … “
2. Tidur, kecuali
duduk dalam keadaan mantap. Tidur merupakan kegiatan yang tidak kita sadari,
maka lebih baik berwudhu’ lagi karena dikhawatirkan pada saat tidur (biasanya)
dari duburnya akan keluar sesuatu tanpa ia sadari.
3. Hilang akal,
dengan sebab gila, mabuk, atau lainnya. Batalnya wudhu’ dengan hilangnya akal
adalah berdasarkan qiyas kepada tidur, dengan kehilangan kesadaran sebagai
persamaannya.
4. Bersentuh kulit
laki-laki dan perempuan. Firman Allah dalam surat An- nisa ayat 43 yanga
artinya “ … atau kamu telah menyentuh perempuan ..” . Hal tersebut diatasi pada
sentuhan :
1.
Antara kulit
dengan kulit
2.
Laki- laki dan
perempuan yang telah mencapai usia syahwat
3.
Diantara mereka
tidk ada hubungan mahram
4.
Sentuhan
langsung tanpa alas atau penghalang
5. Menyentuh
kemaluan manusia dengan perut telapak tangan tanpa alas.
B. Mandi ( Al – Ghusl )
Menurut lughat,
mandi di sebut al- ghasl atau al- ghusl yang berarti mengalirnya air pada
sesuatu. Sedangkan di dalam syara’ ialah mengalirnya air keseluruh tubuh
disertai dengan niat. Fardhu’ yang mesti dilakukan ketika mandi yaitu :
1. Niat. Niat tersebut
harus pula di lakukan serentak dengan basuhan pertama. Niat dianggap sah dengan
berniat untuk mengangkat hadats besar, hadats kecil, janabah, haidh, nifas,
atau hadats lainnya dari seluruh tubuhnya, untuk membolehkannya shalat.
2. Menyampaikan
air keseluruh tubuh, meliputi rambut, dan permukaan kulit. Dalam hal membasuh
rambut, air harus sampai kebagian dalam rambut yang tebal. Sanggul atau
gulungan rambut wajib dibuka. Akan tetapi rambut yang menggumpal tidak wajib di
basuh bagian dalamnya.
Untuk
kesempurnaan mandi, di sunatkan pula mengerjakan hal-hal berikut ini:
1. Membaca
basmalah
2. Membasuh tangan
sebelum memasukannya ke dalam bejana
3. Berwudhu’
dengan sempurna sebelum memulai mandi
4. Menggosok
seluruh tubuh yang terjangkau oleh tangannya
5. Muwalah
6. Mendahulukan
menyiram bagian kanan dari tubuh
7. Menyiram dan
mengosok badan sebanyak-banyaknya tiga kali
Sebab–sebab yang mewajibkannya mandi :
1. Mandi karena
bersenggama
2. Keluar mani
3. Mati, kecuali
mati sahid
4. Haidh dan nifas
5. Waladah
(melahirkan). Perempuan diwajibkan mandi setelah melahirkan, walaupun ’anak‘
yang dilahirkannya itu belum sempurna. Misalnya masih merupakan darah beku
(alaqah), atau segumpal daging (mudghah).
C. Tayammum
Tayammum
menurut lughat yaitu menyengaja. Menurut istilah syara’ yaitu menyampaikan
tanah ke wajah dan tangan dengan beberapa syarat dan ketentuan.
Macam thaharah
yang boleh di ganti dengan tayamumm yaitu bagi orang yang junub. Hal ini
terdapat dalam surat al- maidah ayat 6, yang artinya “ … dan jika kamu junub
maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari
tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air,
maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih)… “. Tayammum itu dibenarkan
apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Ada uzur,
sehingga tidak dapat menggunakan air. Uzur mengunakan air itu terjadi
dikarenakan sedang dalam perjalanan (safir), sakit, hajat. Ada beberapa
kriteria musafir yang diperkenankan bertayammum, yaitu :
a.
Ia yakin bahwa
disekitar tempatnya itu benar-benar tidak ada air maka ia boleh langsung
bertayammum tanpa harus mencari air lebih dulu.
b.
Ia tidak yakin,
tetapi ia menduga disana mungkin ada air tetapi mungkin juga tidak. Pada
keadaan demikian ia wajib lebih dulu mencari air di tempat-tempat yang
dianggapnya mungkin terdapat air.
c.
Ia yakin ada
air di sekitar tempatnya itu. Tetapi menimbang situasi pada saat itu tempatnya
jauh dan dikhawatirkan waktu shalat akan habis dan banyaknya musafir yang
berdesakan mengambil air, maka ia diperbolehkan bertayammum.
2. Masuk waktu
shalat
3. Mencari air
setelah masuk waktu shalat, dengan mempertimbangkan pembahasan no 1
4. Tidak dapat
menggunakan air dikarenakan uzur syari’ seperti takut akan pencuri atau
ketinggalan rombongan
5. Tanah yang
murni (khalis) dan suci. Tayammum hanya sah dengan menggunakan ‘turab’ , tanah
yang suci dan berdebu. Bahan-bahan lainnya seperti semen, batu, belerang, atau
tanah yang bercampur dengannya, tidak sah dipergunakan untuk bertayammum.
Rukun tayammum, yaitu :
1. Niat istibahah
(membolehkan) shalat atau ibadah lain yang memerlukan thaharah, seperti thawaf,
sujud tilawah, dan lain sebagainya. Dalil wajibnya niat disini ialah Hadits
yang juga dikemukakan sebagai dalil niat pada wudhu’. Niat ini serentak dengan
pekerjaan pertama tayammum, yaitu ketika memindahkan tanah ke wajah.
2. Menyapu wajah.
Sesuai firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 43 yang artinya “…sapulah mukamu
dan tanganmu, sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun “ .
3. Menyapu kedua
tangan
Fuqoha berselisih pendapat mengenai
batasan tangan yang diperintahkan Allah untuk disapu. Hal seperti tersebut
terdapat dalam al- qur’an surat al- Maidah ayat 6 yang artinya “ … sapulah
mukamu dan tanganmu dengan tanah itu .. “ . berangkat dari ayat tersebut
lahirlah pendapat berikut ini :
a.
Berpendirian
bahwa batasan yang wajib untuk melakukan tayammum adalah sama dengan wudhu’,
yakni sampai dengan siku-siku (madzhab maliki)
b.
Bahwa yang
wajib adalah menyapu telapak tangan (ahli zahir dan ahli Hadits)
c.
Berpendirian
bahwa yang wajib hanyalah menyapu sampai siku-siku (imam malik)
d.
Berpendirian
bahwa yang wajib adalah menyapu sampai bahu. Pendapat yang asing ini diriwayatkan
oleh Az- Zuhri dan Muhammad bin Maslamah .
4. Tertib, yakni
mendahulukan wajah daripada tangan.
Hal-hal yang sunat dikerjakan pada
waktu tayammum yaitu :
1. membaca
basmalah pada awalnya
2. memulai sapuan
dari bagian atas wajah
3. menipiskan debu
di telapak tangan sebelum menyapukannya
4. meregangkan
jari-jari ketika menepukannya pertama kali ke tanah
5. Mendahulukan
tangan kanan dari tangan kiri
6. Menyela-nyela
jari setelah menyapu kedua tangan
7. Tidak
mengangakat tangan dari anggota yang sedang disapu sebelum selesai menyapunya
8. Muwalah.
Hal–hal yang
membatalkan tayammum, yaitu semua yang membatalkan wudhu’, melihat air sebelum
melakukan sholat, murtad.
THARAHAH DARI NAJIS
Benda-benda yang
termasuk najis ialah kencing, tahi, muntah, darah, mani hewan, nanah, cairan
luka yang membusuk, (ma’ al- quruh), ‘alaqah, bangkai, anjing, babi, dan anak
keduanya, susu binatang yang tidak halal dimakan kecuali manusia, cairan
kemaluan wanita. Jumhur fuqaha juga berpendapat bahwa khamr adalah najis, meski
dalam masalah ini banyak sekali perbedaan pendapat dilingkungan ahli Hadits.
Berbagai tempat
yang harus dibersihkan lantaran najis, ada tiga tempat, yaitu : tubuh, pakaian
dan masjid. Kewajiban membersihkan pakaian didasarkan pada firman Allah pada
surat al- Mudatsir ayat 4.
Benda yang
dipakai untuk membersihkan najis yaitu air. Umat Islam sudah mengambil
kesepakatan bahwa air suci yang mensucikan bisa dipakai untuk membersihkan
najis untuk ketiga tempat tersebut. Pendapat lainnya menyatakan bahwa najis
tidak bisa dibersihkan (dihilangkan) kecuali dengan air. Selain itu bisa dengan
batu, sesuai dengan kesepakatan (Imam Malik dan Asy- Syafi’i).
Para ulama
mengambil kata sepakat bahwa cara membersihkan najis adalah dengan membasuh
(menyiram), menyapu, mencipratkan air. Perihal menyipratkan air, sebagian
fuqaha hanya mengkhususkan untuk membersihkan kencing bayi yang belum menerima
tambahan makanan apapun.
Cara
membersihkan badan yang bernajis karena jilatan anjing adalah dengan
membasuhnya dengan air sebanyak tujuh kali, salah satu diantaranya dicampur
dengan tanah. Hal ini berdasarkan Hadits Rasul SAW, yang artinya “ menyucikan
bejana seseorang kamu, apabila anjing minum di dalam bejana itu, ialah dengan
membasuhnya tujuh kali, yang pertama diantaranya dengan tanah.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Thaharah adalah menurut bahasa artinya
bersih sedang menurut syari’at ialah suci dari hadast dan najis. Menurut
pendapat yang lain bahwa thaharah berarti bersih (nadlafah), suci (natahah)
terbebas (khulus) dari kotoran (danas). Sedangkan menurut syara’ thaharah ialah
mengangkat (menghilangkan) penghalang yang timbul dari hadast atau najis.
Dengan demikian thaharah syar’i terbagi 2 macam yaitu thaharah dari hadast dan
thaharah dari najis.
Najis adalah kotoran. Setiap najis pastilah kotor tetapi tidak setiap kotoran termasuk najis. Najis terbagi tiga macam yaitu:
Najis adalah kotoran. Setiap najis pastilah kotor tetapi tidak setiap kotoran termasuk najis. Najis terbagi tiga macam yaitu:
a. Najis
Mughanizah: yaitu najis yang berat, yakni najis yang timbul dari anjing dan
babi.
b. Najis Mukhallaf,
ialah najis yang ringan, seperti air kencing bayi laki-laki yang umurnya kurang dari dua tahun dan belum makan
apa-apa kecuali air susu ibunya.
c. Najis
Mutawassithah (sedang), yaitu kotoran seperti kotoran manusia atau binatang,
air kencing, nanah, darah, bangkai (selain bangkai ikan, belalang dan mayat
manusia) dan najis-najis yang lain selain yang tersebut ini dapat dibagi
menjadi 2 bagian:
a. Najis ‘ainiyah:
yaitu najis yang yang bendanya berwujud. Cara mensucikannya dengan menghilangkan
zatnya lebih dahulu, hingga hilang rasa, bau dan warnanya, kemudian menyiramnya
dengan air sampai bersih.
b. Najis hukmiyah:
yaitu najis yang tidak terwujud bendanya, seperti bekas kencing, arak yang
sudah kering. Caranya mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada bekas
najis itu.
DAFTAR PUSTAKA
Rifai.N.H, Pintar
Ibadah, Jombang: Lintas Media.2005.
Nasution.
Lahmuddin, Fiqih I, Semarang: Toha Putra.2003.
Rifa’i. Moh, Fiqih
Islam Lengkap, Semarang: Toha Putra. 2005
No comments:
Post a Comment