Breaking

Thursday, January 02, 2014

Makalah Agama Tentang Thaharah



KATA PENGANTAR

Islam adalah agama yang suci, dan juga agama rahmat bagi sekalian alam, maka salah satu bukti bahwa Islam rahmat bagi sekalian alam, sangat peduli tentang kebersihan, bahkan shalat adalah rukun Islam yang kedua, ketika seorang hamba ingin mengerjakan ibadah tersebut salah satu syarat syahnya adalah harus suci daripada hadast dan najis.
Baik firman Allah SWT atau hadist Rasulullah SAW sangat banyak yang menjelaskan tentang kebersihan. Dan bahkan kebersihan itu adalah sebagian daripada iman. Jadi pada hakikatnya Islam itu sangat indah kalau kita aplikasikan sebagai pedoman hidup kita serta kita laksanakan dengan secara kaffah atau menyeluruh.

Thaharah adalah bersih atau suci serta suci daripada hadast dan najis. Dalam thaharah ini sangat urgen sekali untuk dipelajari dan bagaimana sebenarnya thaharah yang baik dan benar, bagaimana cara membersihkannya, apa itu najis, bagaimana najis dan lain sebagainya.
Maka atas dasar itulah penulis ingin mengupas dalam makalah ini tentang thaharah, betapa urgennya untuk kita ketahui demi untuk kepentingan kita bersama, maka dalam makalah yang singkat ini penulis ingin memaparkan tentang pengertian thaharah, cara berwhudu, syarat-syarat fardhu berwhudu, rukun berwhudu, sunnat berwhudu, dan hal-hal yang membatalkan whudu.
Mudah-mudahan makalah ini ada manfaatnya bagi kita semua khsusnya bagi penulis sendiri, dan mudah-mudahan dengan tampilnya makalah ini ibadah dan cara beribadah kita kepada Allah SWT semakin baik dan benar.


                                                                                    Lhokseumawe,  12 Desember 2013



                                                                                      Zippien







BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Thaharah merupakan miftah (alat pembuka) pintu untuk memasuki ibadah shalat. Tanpa thaharah pintu tersebut tidak akan terbuka. Artinya tanpa thaharah, ibadah shalat, baik yang fardhu maupun yang sunnah, tidak sah.
Karena fungsinya sebagai alat pembuka pintu shalat, maka setiap muslim yang akan melakukan shalat tidak saja harus mengerti thaharah melainkan juga harus mengetahui dan terampil melaksanakannya sehingga thaharahnya itu sendiri terhitung sah menurut ajaran ibadah syar’iah.

PERUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan  thaharah?
2.      Bagaimana cara thaharah dari hadast dan najis?

TUJUAN
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan thaharah
2.      Untuk mengetahui bagaimana cara thaharah dari hadast maupun dari najis.





BAB II
PEMBAHASAN

PENGERTIAN THAHARAH
Thaharah berarti bersih (Nadlafah), suci (Nazahah) terbebas (khulus) dari kotoran (danas) seperti tersebut dalam surat Al - A’raf ayat 82 yang artinya:
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

Menurut syara’ thaharah itu adalah mengangkat (menghilangkan) penghalang yang timbul dari hadats dan najis. Dengan demikian thaharah syara’ terbagi menjadi dua yaitu thaharah dari hadats dan thaharah dari najis.

THAHARAH  DARI  HADAST
Thaharah dari hadats ada tiga macam yaitu wudhu’, mandi, dan tayammum. Alat yang digunakan untuk bersuci adalah air mutlak untuk wudhu’ dan mandi, tanah yang suci untuk tayammum.

A.  Wudhu’
Menurut lughat (bahasa), adalah perbuatan menggunakan air pada anggota tubuh tertentu. Dalam istilah syara’ wudhu’ adalah perbuatan tertentu yang dimulai dengan niat. Mula-mula wudhu’ itu diwajibkan setiap kali hendak melakukan sholat tetapi kemudian kewajiban itu dikaitkan dengan keadaan berhadats. Dalil-dalil wajib wudhu’:
1.      Ayat Al-Qur'an surat al-maidah ayat 6 yang artinya “ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melakukan sholat , maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan ke dua mata kaki …”
2.      Hadits Rasul SAW yang artinya “ Allah tidak menerima shalat seseorang kamu bila Ia berhadats, sampai Ia berwudhu’ “ ( HR Baihaqi, Abu Daud, dan Tirmizi )
Fardhu wudhu’ yaitu :
1.      niat                                                   4. menyapu kepala
2.      membasuh muka                  5. membasuh kaki
3.      membasuh tangan                6. tertib
Sunat wudhu’ yaitu :
1.      Membaca basmalah pada awalnya
2.     Membasuh ke dua telapak tangan sampai ke pergelangan sebanyak tiga kali, sebelum  berkumur-kumur, walaupun diyakininya tangannya itu bersih
3.     Madmanah, yakni berkumur-kumur memasukan air ke mulut sambil mengguncangkannya lalu membuangnya.
4.      Istinsyaq, yakni memasukan air ke hidung kemudian membuangnya
5.      Meratakan sapuan keseluruh kepala
6.      Menyapu kedua telinga
7.      Menyela-nyela janggut dengan jari
8.      Mendahulukan yang kanan atas yang kiri
9.      Melakukan perbuatan bersuci itu tiga kali-tiga kali
10.  Muwalah, yakni melakukan perbuatan tersebut secara beruntun
11.  Menghadap kiblat
12.  Mengosok-gosok anggota wudhu’ khususnya bagian tumit
13.  Menggunakan air dengan hemat.
Terdapat tiga pendapat mengenai kumur–kumur dan menghisap air di dalam wudhu’ yaitu :
1.      Kedua perbuatan itu hukumnya sunah. Ini merupakan pendapat Imam Malik, asy- Syafi’I dan Abu hanifah.
2.      Keduanya fardhu’, di dalam wudhu’. Dan ini perkataan Ibnu abu Laila dan kelompok murid Abu Daud
3.      Menghisap air adalah fardhu’, dan berkumur-kumur adalah sunah. Ini adalah pendapat Abu Tsaur, abu Ubadah dan sekelompok ahli Zahir.
Dalam wudhu’ terdapat niat. Ada beberapa pendapat mengenainya. Sebagian Ulama amshar berpendapat bahwa niat itu menjadi syarat sahnya wudhu’, mereka adalah Ima as- syafi’I, Malik, Ahmad, Abu Tsaur, dan Daud.
Sedang Fuqoha lainnya berpendapat bahwa niat tidak menjadi syarat (sahnya wudhu’). Mereka adalah abu Hanifah, dan Ats- sauri. Perbedaan mereka karena, perbedaan pandangan mengenai wudhu’ itu sendiri. Yang memang bukan ibadah murni seperti sholat. Hal ini dilakukan demi mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Hal- hal yang membatalkan wudhu’ :
1.      Keluar sesuatu dari qubul atau dubur, berupa apapun, benda padat atau cair, angin. Terkecuali maninya sendiri baik yang biasa maupun tidak, keluar sendirinya atau keluar daripadanya. Dalil yang berkenaan dengan hal in yaitu surat Al- Maidah ayat 6 yang artinya “ … atau keluar dari tempat buang air (kakus) … “
2.      Tidur, kecuali duduk dalam keadaan mantap. Tidur merupakan kegiatan yang tidak kita sadari, maka lebih baik berwudhu’ lagi karena dikhawatirkan pada saat tidur (biasanya) dari duburnya akan keluar sesuatu tanpa ia sadari.
3.      Hilang akal, dengan sebab gila, mabuk, atau lainnya. Batalnya wudhu’ dengan hilangnya akal adalah berdasarkan qiyas kepada tidur, dengan kehilangan kesadaran sebagai persamaannya.
4.      Bersentuh kulit laki-laki dan perempuan. Firman Allah dalam surat An- nisa ayat 43 yanga artinya “ … atau kamu telah menyentuh perempuan ..” . Hal tersebut diatasi pada sentuhan :
1.      Antara kulit dengan kulit
2.      Laki- laki dan perempuan yang telah mencapai usia syahwat
3.      Diantara mereka tidk ada hubungan mahram
4.      Sentuhan langsung tanpa alas atau penghalang
5.      Menyentuh kemaluan manusia dengan perut telapak tangan tanpa alas.
B.  Mandi ( Al – Ghusl )
Menurut lughat, mandi di sebut al- ghasl atau al- ghusl yang berarti mengalirnya air pada sesuatu. Sedangkan di dalam syara’ ialah mengalirnya air keseluruh tubuh disertai dengan niat. Fardhu’ yang mesti dilakukan ketika mandi yaitu :
1.      Niat. Niat tersebut harus pula di lakukan serentak dengan basuhan pertama. Niat dianggap sah dengan berniat untuk mengangkat hadats besar, hadats kecil, janabah, haidh, nifas, atau hadats lainnya dari seluruh tubuhnya, untuk membolehkannya shalat.
2.      Menyampaikan air keseluruh tubuh, meliputi rambut, dan permukaan kulit. Dalam hal membasuh rambut, air harus sampai kebagian dalam rambut yang tebal. Sanggul atau gulungan rambut wajib dibuka. Akan tetapi rambut yang menggumpal tidak wajib di basuh bagian dalamnya.
Untuk kesempurnaan mandi, di sunatkan pula mengerjakan hal-hal berikut ini:
1.      Membaca basmalah
2.      Membasuh tangan sebelum memasukannya ke dalam bejana
3.      Berwudhu’ dengan sempurna sebelum memulai mandi
4.      Menggosok seluruh tubuh yang terjangkau oleh tangannya
5.      Muwalah
6.      Mendahulukan menyiram bagian kanan dari tubuh
7.      Menyiram dan mengosok badan sebanyak-banyaknya tiga kali
Sebab–sebab yang mewajibkannya mandi :
1.      Mandi karena bersenggama
2.      Keluar mani
3.      Mati, kecuali mati sahid
4.      Haidh dan nifas
5.      Waladah (melahirkan). Perempuan diwajibkan mandi setelah melahirkan, walaupun ’anak‘ yang dilahirkannya itu belum sempurna. Misalnya masih merupakan darah beku (alaqah), atau segumpal daging (mudghah).

C.  Tayammum
Tayammum menurut lughat yaitu menyengaja. Menurut istilah syara’ yaitu menyampaikan tanah ke wajah dan tangan dengan beberapa syarat dan ketentuan.
Macam thaharah yang boleh di ganti dengan tayamumm yaitu bagi orang yang junub. Hal ini terdapat dalam surat al- maidah ayat 6, yang artinya “ … dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih)… “. Tayammum itu dibenarkan apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1.      Ada uzur, sehingga tidak dapat menggunakan air. Uzur mengunakan air itu terjadi dikarenakan sedang dalam perjalanan (safir), sakit, hajat. Ada beberapa kriteria musafir yang diperkenankan bertayammum, yaitu :
a.       Ia yakin bahwa disekitar tempatnya itu benar-benar tidak ada air maka ia boleh langsung bertayammum tanpa harus mencari air lebih dulu.
b.      Ia tidak yakin, tetapi ia menduga disana mungkin ada air tetapi mungkin juga tidak. Pada keadaan demikian ia wajib lebih dulu mencari air di tempat-tempat yang dianggapnya mungkin terdapat air.
c.       Ia yakin ada air di sekitar tempatnya itu. Tetapi menimbang situasi pada saat itu tempatnya jauh dan dikhawatirkan waktu shalat akan habis dan banyaknya musafir yang berdesakan mengambil air, maka ia diperbolehkan bertayammum.
2.      Masuk waktu shalat
3.      Mencari air setelah masuk waktu shalat, dengan mempertimbangkan pembahasan no 1
4.      Tidak dapat menggunakan air dikarenakan uzur syari’ seperti takut akan pencuri atau ketinggalan rombongan
5.      Tanah yang murni (khalis) dan suci. Tayammum hanya sah dengan menggunakan ‘turab’ , tanah yang suci dan berdebu. Bahan-bahan lainnya seperti semen, batu, belerang, atau tanah yang bercampur dengannya, tidak sah dipergunakan untuk bertayammum.

Rukun tayammum, yaitu :
1.      Niat istibahah (membolehkan) shalat atau ibadah lain yang memerlukan thaharah, seperti thawaf, sujud tilawah, dan lain sebagainya. Dalil wajibnya niat disini ialah Hadits yang juga dikemukakan sebagai dalil niat pada wudhu’. Niat ini serentak dengan pekerjaan pertama tayammum, yaitu ketika memindahkan tanah ke wajah.
2.      Menyapu wajah. Sesuai firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 43 yang artinya “…sapulah mukamu dan tanganmu, sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun “ .
3.      Menyapu kedua tangan
Fuqoha berselisih pendapat mengenai batasan tangan yang diperintahkan Allah untuk disapu. Hal seperti tersebut terdapat dalam al- qur’an surat al- Maidah ayat 6 yang artinya “ … sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu .. “ . berangkat dari ayat tersebut lahirlah pendapat berikut ini :
a.       Berpendirian bahwa batasan yang wajib untuk melakukan tayammum adalah sama dengan wudhu’, yakni sampai dengan siku-siku (madzhab maliki)
b.      Bahwa yang wajib adalah menyapu telapak tangan (ahli zahir dan ahli Hadits)
c.       Berpendirian bahwa yang wajib hanyalah menyapu sampai siku-siku (imam malik)
d.      Berpendirian bahwa yang wajib adalah menyapu sampai bahu. Pendapat yang asing ini diriwayatkan oleh Az- Zuhri dan Muhammad bin Maslamah .
4.      Tertib, yakni mendahulukan wajah daripada tangan.
Hal-hal yang sunat dikerjakan pada waktu tayammum yaitu :
1.      membaca basmalah pada awalnya
2.      memulai sapuan dari bagian atas wajah
3.      menipiskan debu di telapak tangan sebelum menyapukannya
4.      meregangkan jari-jari ketika menepukannya pertama kali ke tanah
5.      Mendahulukan tangan kanan dari tangan kiri
6.      Menyela-nyela jari setelah menyapu kedua tangan
7.      Tidak mengangakat tangan dari anggota yang sedang disapu sebelum selesai menyapunya
8.      Muwalah.
Hal–hal yang membatalkan tayammum, yaitu semua yang membatalkan wudhu’, melihat air sebelum melakukan sholat, murtad.

THARAHAH DARI NAJIS
Benda-benda yang termasuk najis ialah kencing, tahi, muntah, darah, mani hewan, nanah, cairan luka yang membusuk, (ma’ al- quruh), ‘alaqah, bangkai, anjing, babi, dan anak keduanya, susu binatang yang tidak halal dimakan kecuali manusia, cairan kemaluan wanita. Jumhur fuqaha juga berpendapat bahwa khamr adalah najis, meski dalam masalah ini banyak sekali perbedaan pendapat dilingkungan ahli Hadits.
Berbagai tempat yang harus dibersihkan lantaran najis, ada tiga tempat, yaitu : tubuh, pakaian dan masjid. Kewajiban membersihkan pakaian didasarkan pada firman Allah pada surat al- Mudatsir ayat 4.
Benda yang dipakai untuk membersihkan najis yaitu air. Umat Islam sudah mengambil kesepakatan bahwa air suci yang mensucikan bisa dipakai untuk membersihkan najis untuk ketiga tempat tersebut. Pendapat lainnya menyatakan bahwa najis tidak bisa dibersihkan (dihilangkan) kecuali dengan air. Selain itu bisa dengan batu, sesuai dengan kesepakatan (Imam Malik dan Asy- Syafi’i).
Para ulama mengambil kata sepakat bahwa cara membersihkan najis adalah dengan membasuh (menyiram), menyapu, mencipratkan air. Perihal menyipratkan air, sebagian fuqaha hanya mengkhususkan untuk membersihkan kencing bayi yang belum menerima tambahan makanan apapun.
Cara membersihkan badan yang bernajis karena jilatan anjing adalah dengan membasuhnya dengan air sebanyak tujuh kali, salah satu diantaranya dicampur dengan tanah. Hal ini berdasarkan Hadits Rasul SAW, yang artinya “ menyucikan bejana seseorang kamu, apabila anjing minum di dalam bejana itu, ialah dengan membasuhnya tujuh kali, yang pertama diantaranya dengan tanah.



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Thaharah adalah menurut bahasa artinya bersih sedang menurut syari’at ialah suci dari hadast dan najis. Menurut pendapat yang lain bahwa thaharah berarti bersih (nadlafah), suci (natahah) terbebas (khulus) dari kotoran (danas). Sedangkan menurut syara’ thaharah ialah mengangkat (menghilangkan) penghalang yang timbul dari hadast atau najis. Dengan demikian thaharah syar’i terbagi 2 macam yaitu thaharah dari hadast dan thaharah dari najis.
Najis adalah kotoran. Setiap najis pastilah kotor tetapi tidak setiap kotoran termasuk najis. Najis terbagi tiga macam yaitu:
a.   Najis Mughanizah: yaitu najis yang berat, yakni najis yang timbul dari anjing dan babi.
b.   Najis Mukhallaf, ialah najis yang ringan, seperti air kencing bayi laki-laki yang umurnya  kurang dari dua tahun dan belum makan apa-apa kecuali air susu ibunya.
c.   Najis Mutawassithah (sedang), yaitu kotoran seperti kotoran manusia atau binatang, air kencing, nanah, darah, bangkai (selain bangkai ikan, belalang dan mayat manusia) dan najis-najis yang lain selain yang tersebut ini dapat dibagi menjadi 2 bagian:
a.   Najis ‘ainiyah: yaitu najis yang yang bendanya berwujud. Cara mensucikannya dengan menghilangkan zatnya lebih dahulu, hingga hilang rasa, bau dan warnanya, kemudian menyiramnya dengan air sampai bersih.
b.   Najis hukmiyah: yaitu najis yang tidak terwujud bendanya, seperti bekas kencing, arak yang sudah kering. Caranya mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada bekas najis itu.



DAFTAR PUSTAKA

Rifai.N.H, Pintar Ibadah, Jombang: Lintas Media.2005.
Nasution. Lahmuddin, Fiqih I, Semarang: Toha Putra.2003.
Rifa’i. Moh, Fiqih Islam Lengkap, Semarang: Toha Putra. 2005

No comments:

Post a Comment