PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA
Pendahuluan
Penyimpangan implementasi pancasila pada masa orde lama dan orde baru, berujung menimbulkan gerakan reformasi di Indonesia, sehingga terjadilah suatu perubahan yang cukup besar dalam berbagai bidang terutama bidang kenegaraan, hukum maupun politik. Konsekuensinya mengharuskan kita mengkaji ulang atas pemahaman ilmiah tentang pancasila sebagai ideologi dan sebagai paradigma kenegaraan.
Atas dasar pemahaman yang demikian itu, maka ada dua wacana ilmiah yang patut dikemukakan, yaitu : Pertama, Apa yang dimaksud dengan pancasila sebagai ideologi terbuka?
Kedua, Apa yang dimaskud dengan pancasila sebagai paradigma kenegaraan?
Dan terhadap jawaban kedua pertanyaan di atas dapat dipertanyakan lebih lanjut bagaimana analisis yuridis kenegaraan didalam UUD 1945 ? kemudian apa kaitannya dengan supremasi hukum yang merupakan gerakan mendasar reformasi saat ini ?
Penyimpangan implementasi pancasila pada masa orde lama dan orde baru, berujung menimbulkan gerakan reformasi di Indonesia, sehingga terjadilah suatu perubahan yang cukup besar dalam berbagai bidang terutama bidang kenegaraan, hukum maupun politik. Konsekuensinya mengharuskan kita mengkaji ulang atas pemahaman ilmiah tentang pancasila sebagai ideologi dan sebagai paradigma kenegaraan.
Atas dasar pemahaman yang demikian itu, maka ada dua wacana ilmiah yang patut dikemukakan, yaitu : Pertama, Apa yang dimaksud dengan pancasila sebagai ideologi terbuka?
Kedua, Apa yang dimaskud dengan pancasila sebagai paradigma kenegaraan?
Dan terhadap jawaban kedua pertanyaan di atas dapat dipertanyakan lebih lanjut bagaimana analisis yuridis kenegaraan didalam UUD 1945 ? kemudian apa kaitannya dengan supremasi hukum yang merupakan gerakan mendasar reformasi saat ini ?
Untuk menjawab secara ilmiah kedua wacana tersebut dapat dipahami dua pengertian pokok, pengertian ideologi dan pengertian reformasi.
1.
Pengertian tentang ideologi
Istilah
“Ideologi” berasal dari kata “ideo” (cita-cita) dan “logy” (pengetahuan, ilmu
faham).
Menurut W. White definisi Ideologi ialah sebagai berikut :
“The sum of political ideas of doctrines of distinguishable class of group of people” (ideologi ialah soal cita-cita politik atau dotrin (ajaran) dari suatu lapisan masyarakatatau sekelompok manusia yang dapat dibeda-bedakan). Sedangkan menurut pendapat Harold H Titus definisi ideologi ialah sebagai berikut : “A term used for any group of ideas concerning various politicaland economic issues and social philosophies often appliedto a systematic schema of ideas held by group classes” (suatu istilah yang dipergunakan untuk sekelompok cita-cita mengenai berbagai macam masalah politik dan ekonomi serta filsafat sosial yang sering dilaksanakan bagi suatu rencana yang sistematik tentang cita-cita yang dijalanakan oleh sekelompok atau lapisan masyarakat). (Drs Ismaun, pancasila sebagai dasar filsafat atau ideologi negara republik Indonesia dalam Heri Anwari Ais, Bunga Rampai filsafat pancasila, 1985 : 37). “The term “isme” something used for these system of thought” (istilah isme/aliran kadang-kadang dipakai untuk system pemikiran ini. Dalam pengertian ideologi negara itu termasuk dalam golongan ilmu pengetahuan sosial, dan tepatnya pada digolongkan kedalam ilmu politik (political sciences) sebagai anak cabangnya. Untuk memahami tentang ideologi ini, maka kita menjamin disiplin ilmu politik.
Didalam ilmu politik, pengertian ideologi dikenal dua pengertian, yaitu : Pertama, pengertian secara fungsional dan Kedua, pengertian secara structural Ideologi dalam pengertian secara fungsional adalah ideologi diartikan seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap paling baik. Sedangkan pengertian ideologi secara structural adalah ideologi diartikan sebagai system pembenaran, seperti gagasan dan formula politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa.
Lebih lanjut ideologi dalam arti fungsional secara tipologi dapat dibagi dua tipe, yaitu ideologi yang bertipe doktriner dan ideologi yang bertipe pragmatis.
Suatu ideologi digolongkan doktriner apabila ajaran-ajaran yang terkandung dalam ideologi itu dirumuskan secara sistematis dan terinci dengan jelas, diindotrinasikan kepada warga masyarakat, dan pelaksanaanya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintah, komunisme merupakan salah satu contohnya.
Menurut W. White definisi Ideologi ialah sebagai berikut :
“The sum of political ideas of doctrines of distinguishable class of group of people” (ideologi ialah soal cita-cita politik atau dotrin (ajaran) dari suatu lapisan masyarakatatau sekelompok manusia yang dapat dibeda-bedakan). Sedangkan menurut pendapat Harold H Titus definisi ideologi ialah sebagai berikut : “A term used for any group of ideas concerning various politicaland economic issues and social philosophies often appliedto a systematic schema of ideas held by group classes” (suatu istilah yang dipergunakan untuk sekelompok cita-cita mengenai berbagai macam masalah politik dan ekonomi serta filsafat sosial yang sering dilaksanakan bagi suatu rencana yang sistematik tentang cita-cita yang dijalanakan oleh sekelompok atau lapisan masyarakat). (Drs Ismaun, pancasila sebagai dasar filsafat atau ideologi negara republik Indonesia dalam Heri Anwari Ais, Bunga Rampai filsafat pancasila, 1985 : 37). “The term “isme” something used for these system of thought” (istilah isme/aliran kadang-kadang dipakai untuk system pemikiran ini. Dalam pengertian ideologi negara itu termasuk dalam golongan ilmu pengetahuan sosial, dan tepatnya pada digolongkan kedalam ilmu politik (political sciences) sebagai anak cabangnya. Untuk memahami tentang ideologi ini, maka kita menjamin disiplin ilmu politik.
Didalam ilmu politik, pengertian ideologi dikenal dua pengertian, yaitu : Pertama, pengertian secara fungsional dan Kedua, pengertian secara structural Ideologi dalam pengertian secara fungsional adalah ideologi diartikan seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap paling baik. Sedangkan pengertian ideologi secara structural adalah ideologi diartikan sebagai system pembenaran, seperti gagasan dan formula politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa.
Lebih lanjut ideologi dalam arti fungsional secara tipologi dapat dibagi dua tipe, yaitu ideologi yang bertipe doktriner dan ideologi yang bertipe pragmatis.
Suatu ideologi digolongkan doktriner apabila ajaran-ajaran yang terkandung dalam ideologi itu dirumuskan secara sistematis dan terinci dengan jelas, diindotrinasikan kepada warga masyarakat, dan pelaksanaanya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintah, komunisme merupakan salah satu contohnya.
Suatu
ideology digolongkan pada tipe pragmatis, ketika ajaran – ajaran yag terkandung
dalam ideology tersebut tidak dirumuskan secara sistematis dan terinci,
melainkan dirumuskan secara umum (prinsup-prinsipnya saja). Dalam hal ini,
ideology itu tidak diindoktrinasikan, tetapi disosisalisasikan secara fungsional
melalui kehidupan keluarga, sistem pendidikan, sistem ekonomi, kehidupan agama
dan sistem politik. Individualisme (liberalisme) merupakan salah satu contoh
ideology pragmatis.
Untuk
memahami lebih dalam lagi contoh-contoh ideology, maka berikut ini kita mencoba
mengenal pijakan pemahaman terhadap empat ideology yang kita kenal dalam wacana
politik, yaitu : Pertama, liberalism Kedua, konservatisme Ketiga, sosialisme
dan komunisme Keempat, fasisme
2.
Ideologi-ideologi Dunia
2.1
Liberalisme
Liberalisme
tumbuh dari konstek masyarakat Eropa pada abad pertengahan feudal, dimana
sistem sosial ekonomi dikuasai oleh kaum aristrokasi feodal dan menindas
hak-hak individu. Liberalisme tidak diciptakan oleh golongan pedagang dan
industri, melainkan diciptakan oleh golongan intelektual yang digerakan oleh
keresahan ilmiah (rasa ingin tahu da keinginan untuk mencari pengetahuan yang
baru) dan artistic umum pada zaman itu.
Ciri-ciri ideology libertalisme sebagai berikut : Pertama, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik, Kedua, anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara Ketiga, pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat belajar membuat keputusan untuk diri sendiri. Keempat, kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh karena itu pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah. Kelima, suatu masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau sebagian terbesar individu berbahagia, kalau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagiaan sebagian besar individu belum tentu maksimal.
Ciri-ciri ideology libertalisme sebagai berikut : Pertama, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik, Kedua, anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara Ketiga, pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat belajar membuat keputusan untuk diri sendiri. Keempat, kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh karena itu pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah. Kelima, suatu masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau sebagian terbesar individu berbahagia, kalau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagiaan sebagian besar individu belum tentu maksimal.
2.2
Konservatisme
Ketika
liberalisme menggoncang struktur masyarakat feudal yang mapan, golongan feudal
berusaha mencari ideology tandingan untuk menghadapi kekuasaan persuasive
liberalisme. Dari sinilah muncul ideology konservatisme sebagai reaksi atas
paham liberalisme.
Paham konservatisme itu ditanda dengan gejala-gejala sebagai berikut :
Pertama, masyarakat yang terbaik adalah masyarakat yang tertata. Masyarakat harus memiliki struktur (tata) yang stabil sehingga setiap orang mengetahui bagaimana ia harus berhubungan dengan orang lain.seseorang akan lebih memperoleh kebahagiaansebagai anggota suatu keluarga anggota gereja daan anggota masyarakat daripada yang dapat diperoleh secara individual.
Kedua, untuk menciptakan masyarakat yang tertata dan stabil diperlukan suatu pemerintah yang memiliki kekuasaan yang mengikat tetapi bertanggung jawab. Paam konservatif berpandangan pengatura yang tepat atas kekuasaan akan menjamin perlakuan yang samaterhadap setiap orang.
Ketiga, paham ini menekankan tanggung jawab pada pihak penguasa dalam masyarakat untuk membantu pihak yang lemah. Posisi ini bertentangan dengan pahamliberal yang berpandangan pihak yang lemah harus bertanggung jawab atas urusan dan hidupnya. Sisi konservatif inilah yang menimbulkan untuk pertama kali negara keseahteraan (welfare state) dengan program-program jaminan sosial bagi yang berpenghasilan rendah. Ciri lain yang membedakan antara liberalisme dan konservatisme adalah menyangkut hubungan ekonomi dengan negara lain. Paham konservatif tidak menghendaki pengaturan ekonomi (proteksi), melainkan menganut paham ekonomi internasional yang bebas (persaingan bebas), sedangkan paham liberal cenderung mendukung pengaturan ekonomi internasional sepanjang hal itu membantu buruh, konsumen dan golongan menengah domestik.
Paham konservatisme itu ditanda dengan gejala-gejala sebagai berikut :
Pertama, masyarakat yang terbaik adalah masyarakat yang tertata. Masyarakat harus memiliki struktur (tata) yang stabil sehingga setiap orang mengetahui bagaimana ia harus berhubungan dengan orang lain.seseorang akan lebih memperoleh kebahagiaansebagai anggota suatu keluarga anggota gereja daan anggota masyarakat daripada yang dapat diperoleh secara individual.
Kedua, untuk menciptakan masyarakat yang tertata dan stabil diperlukan suatu pemerintah yang memiliki kekuasaan yang mengikat tetapi bertanggung jawab. Paam konservatif berpandangan pengatura yang tepat atas kekuasaan akan menjamin perlakuan yang samaterhadap setiap orang.
Ketiga, paham ini menekankan tanggung jawab pada pihak penguasa dalam masyarakat untuk membantu pihak yang lemah. Posisi ini bertentangan dengan pahamliberal yang berpandangan pihak yang lemah harus bertanggung jawab atas urusan dan hidupnya. Sisi konservatif inilah yang menimbulkan untuk pertama kali negara keseahteraan (welfare state) dengan program-program jaminan sosial bagi yang berpenghasilan rendah. Ciri lain yang membedakan antara liberalisme dan konservatisme adalah menyangkut hubungan ekonomi dengan negara lain. Paham konservatif tidak menghendaki pengaturan ekonomi (proteksi), melainkan menganut paham ekonomi internasional yang bebas (persaingan bebas), sedangkan paham liberal cenderung mendukung pengaturan ekonomi internasional sepanjang hal itu membantu buruh, konsumen dan golongan menengah domestik.
2.3 Sosialisme dan komunisme
Sosialisme
merupakan reaksi terhadap revolusi industri dan akibat-akibatnya. Awal
sosialisme yang muncul pada bagian pertama abad ke-19 dikenal sosialis utopia.
Sosialisme ini lebih didasarkan pada pandangan kemanusiaan (humanitarian), dan
meyakini kesempurnaan watak manusia. Penganut paham ini berharap dapat
menciptakan masyarakat sosialis yang dicita-citakan dengan kejernihan dan
kejelasan argumen, bukan dengan cara-cara kekerasan dan revolusi. Sedang paham
komunisme berkeyakinan perubahan system kapitalis harus dicapai dengan
revolusi, dan pemerintahan oleh dictator proletariat sangat diperlukan pada
masa transisi. Dalam masa transisi dengan bantuan negara dibawah dictator
proletariat, seluruh hak milik pribadi dihapuskan dan diambil untuk selanjutnya
berada pada kontrol negara.
Perbedaan sosialisme dan komunisme terletak pada sarana yang digunakan untuk mengubah kapitalisme menjadi sosialisme. Paham sosialis berkeyakinan perubahan dapat dan seyogyanya dilakukan dengan cara-cara damai dan demokratis.
Perbedaan sosialisme dan komunisme terletak pada sarana yang digunakan untuk mengubah kapitalisme menjadi sosialisme. Paham sosialis berkeyakinan perubahan dapat dan seyogyanya dilakukan dengan cara-cara damai dan demokratis.
2.4 Fasisme
Fasisme
merupakan tipe nasionalisme yang romantis dengan segala kemegahan upacara dan
symbol-simbol yang mendukungnya untuk mencapai kebesaran negara.
Hal itu akan dapat dicapai apabila terdapat seorang pemimpin kharismatis sebagai symbol kebesaran negara yang didukung oleh massa rakyat.. dukungan massa yang fanatik ini tercipta berkat indoktrinasi, slogan-slogan dan symbol-simbol yang ditanamkan sang pemimpin besar dan aparatnya. Fasisme ini pernah diterapkan di Jerman (Hitler), Jepang, Italia (Mossolini), dan Spanyol.
Dewasa ini pemikiran fasisme cenderung muncul sebagai kekuatan reaksioner (right wing) dinegara-negara maju, seperti skin ilead dan kluk-kluk klan di Amerika Serikat yang berusaha mencapai dan mempertahankan supremasi kulit putih.
Hal itu akan dapat dicapai apabila terdapat seorang pemimpin kharismatis sebagai symbol kebesaran negara yang didukung oleh massa rakyat.. dukungan massa yang fanatik ini tercipta berkat indoktrinasi, slogan-slogan dan symbol-simbol yang ditanamkan sang pemimpin besar dan aparatnya. Fasisme ini pernah diterapkan di Jerman (Hitler), Jepang, Italia (Mossolini), dan Spanyol.
Dewasa ini pemikiran fasisme cenderung muncul sebagai kekuatan reaksioner (right wing) dinegara-negara maju, seperti skin ilead dan kluk-kluk klan di Amerika Serikat yang berusaha mencapai dan mempertahankan supremasi kulit putih.
3. Pengertian tentang reformasi
Makna
serta pengertian reformasi dewasa ini banyak disalah artikan sehingga gerakan
masyarakat yang melakukan perubahan yang mengatasnamakan gerakan reformasi juga
tidak sesuai dengan gerakan reformasi itu sendiri. Hal ini terbukti dengan maraknya
gerakan masyarakat dengan mengatasnamakan gerakan reformasi, melakukan kegiatan
yang tidak sesuai dengan makna reformasi itu sendiri, misalnya dengan pemaksaan
kehendak dengan menduduki kantor suatu instansi atau lembaga baik negeri atau
swasta, dan tindakan lain yang justru tidak mencerminkan sebagai reformis. Makna
“reformasi” secara etimologis berasal dari kata “reformation” dengan akar kata
“reform” yang secara semantic bermakna “make or become better by removing or
putting right what is bad or wrong” (oxford advanced leaner’s dictionary of
current English, 1980, dalam Wibisono 1998 : 1). Secara harfiah reformasi
memiliki makna : suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata
kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk
semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat(Riswanda,
1998). Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat
sebagai berikut : Pertama, suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya
suatu penyimpangan-penyimpangan. Masa pemerintahan ORBA banyak terjadi suatu
penyimpangan – penyimpangan, misalnya asas kekeluargaan menjadi “nepotisme”
kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat pembukaan UUD
1945 serta batang tubuh UUD 1945. Kedua, suatu gerakan reformasi dilakukan
harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu, dalam
hal ini pancasila sebagai ideology bangsa dan negara Indonesia. Jadi reformasi
pada prinsipnya suatu gerakan untuk mengembalikan pada dasar nilai-nilai
sebagaimana dicita-citakan oleh bangsa Indonesia. Tanpa landasan visi dan misi
ideology yang jelas maka gerakan reformasi akan mengarah anarkisme,
disintegrasi bangsa dan akhirnya jatuh pada kehancuran bangsa dan negara
Indonesia, sebagaimana yang telah terjadi di Uni Soviet dan Yugoslavia. Ketiga,
suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu acuan reformasi.
Reformasi pada prinsipnya gerakan untuk mengadakan suatu perubahan untuk
mengembalikan pada suatu tatanan structural yang ada, karena adanya suatu
penyimpangan. Maka reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem negara
demokrasi, bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat sebagaimana terkandung dalam
pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Reformasi harus mengembalikan dan melakukan
perubahan ke arah sistem negara hukum dalam arti yang sebenarnya sebagaimana
terkandung dalam penjelasan UUD 1945, yaitu harus adanya perlindungan hak-hak
asasi manusia, peradilan yang bebas dari pengaruh penguasa, serta legalitas
dalam arti hukum. Oleh karena itu reformasi itu sendiri harus berdasarkan pada
kerangka hukum yang jelas. Selain itu reformasi harus diarahkan pada suatu
perubahan ke arah transparasi dalam setiap kebijaksanaan dalam penyelenggaraan
negara karena hal ini sebagai manesfestasi bahwa rakyatlah sebagai asal mula
kekuasaan negara dan rakyatlah segaa aspek kegiatan negara. Atau dengan
prinsip, bahwa “Tiada Reformasi dan Demokrasi tanpa supremasi hukum dan tiada
supremasi hukum tanpa reformasi dan demokrasi”.
Keempat, Reformasi diakukan ke arah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih baik dalam segala aspeknya antara lain bidang politik, ekonomi, sosial budaya, serta kehidupan keagamaan. Dengan lain perkataan reformasi harus dilakukan ke arah peningkatan harkat dan martabat rakyat Indonesia sebagai manusia democrat, egaliter dan manusiawi.
Kelima, Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang berketuhanan yang maha esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Atas dasar lima syarat-syarat di atas, maka gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam kerangka perspektif pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideology, sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas, maka reformasi akan mengarah kepada disintegrasi, anarkisme,brutalisme, dengan dmikian hakekat reformasi itu adalah keberanian moral untuk membenahi yang masih terbengkalai, meluruskan yang bengkok, mengadakan koreksi dan penyegaran secara terus-menerus, secara gradual, beradab dan santun dalam koridor konstitusional dan atas pijakan/tatanan yang berdasarkan pada moral religius.
Keempat, Reformasi diakukan ke arah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih baik dalam segala aspeknya antara lain bidang politik, ekonomi, sosial budaya, serta kehidupan keagamaan. Dengan lain perkataan reformasi harus dilakukan ke arah peningkatan harkat dan martabat rakyat Indonesia sebagai manusia democrat, egaliter dan manusiawi.
Kelima, Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang berketuhanan yang maha esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Atas dasar lima syarat-syarat di atas, maka gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam kerangka perspektif pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideology, sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas, maka reformasi akan mengarah kepada disintegrasi, anarkisme,brutalisme, dengan dmikian hakekat reformasi itu adalah keberanian moral untuk membenahi yang masih terbengkalai, meluruskan yang bengkok, mengadakan koreksi dan penyegaran secara terus-menerus, secara gradual, beradab dan santun dalam koridor konstitusional dan atas pijakan/tatanan yang berdasarkan pada moral religius.
4. Pancasila sebagai ideologi terbuka
Pancasila
sebgaai filsafat bangsa / negara dihubungkan dengan fungsinya sebagai dasar
negara, yang merupakan lndasan ideal bangsa Indonesia dan negara republik Indonesia
dapat disebut pula sebagai ideologi nasional atau disebut juga sebagai ideologi
negara. Artinya pancasila merupakan ideologi yang dianut oleh negara
(penyelenggaraan negara dan rakyat) Indonesia secara keseluruhan, bukan milik
atau monopoli seseorang atau sekelompok orang, disamping masih adanya beberapa
ideologi yang dianut oleh masyarakat Indonesia yang lain, sepanjang tidak
bertentangan dengan ideologi negara, sebab Pancasila merupakan kristalisasi
nilai-nilai kebenaran yang telah dipilih oleh para pendiri negara ini, yang
mana lima dasar atau lima silanya merupakan satu rangkaian kesatuan yang tidak
terpisahkan walaupun terbedakan sebagai dasar dan ideologi pemersatu.
Sebagai
suatu rumusan dasar filsafat negara atau dalam kedudukan sebagai ideologi
negara yang dikandung oleh pembukaan UUD 1945 ialah pancasila. Rumusan
pancasila itu dapat pula disebut sebagai rumusan dasar cita negara (staatidee)
dan sekaligus dasar dari cita hokum (rechtidee) negara republik Indonesia. Sebagai
cita negara, ia dirumuskan berdasarkan cita yang hidup di dalam masyarakat
(volksgeemenshapidee) yang telah ada sebelum negara itu didirikan.
Memang sebelum negara republik Indonesia berdiri, masyarakatnya telah ada sejak berabad-abad silam. Terbentuknya suatu masyarakat pada umumnya terjadi secara alamiah. Masyarakat itu kemudian mengembangkan citanya sendiri, yang berisi cita-cita, harapan-harapan, keinginan-keinginan, norma-norma dan bentuk-bentuk ideal masyarakat yang dicita-citakannya. Cita negara dirumuskan berdasarkan cita yang hidup dalam masyarakat tadi sebagai hasil refleksi filosofis.
Pertanyaan yang mendasar dan ilmiah adalah Apakah pancasila itu sebagai Ideologi ? dan jika sebagai ideologi apakah sebagai ideologi tertutup atau ideologi terbuka dan dimana letak terbukanya ? Secara wacana akademik istilah ideologi pada walnya digunakan oleh seorang filsuf Prancis, ANTOINE DESTUTT DE TRACY, yang diartikannya “ilmu pengetahuan mengenai gagasan-gagasan (science of ideas). Istilah ini mula-mula mengandung konotasi politik karena penggunaanya berhubungan dengan epistmologi ilmu pengetahuan.
Dalam sejarahnya istilah ideologi baru berhubungan dengan kehidupan politik setelah Napoleon Bonaparte dari Prancis menamakan semua orang yang menentang gagasan-gagasan “patriotic” yang dikemukakannya sebagai kaum “ideologis”. Bagi Napoleon, ideologi adalah pemikiran-pemikiran khayali kaum idealis yang menghalang-halangi pencapaian tujuan-tujuan revolusioner.
Memang sebelum negara republik Indonesia berdiri, masyarakatnya telah ada sejak berabad-abad silam. Terbentuknya suatu masyarakat pada umumnya terjadi secara alamiah. Masyarakat itu kemudian mengembangkan citanya sendiri, yang berisi cita-cita, harapan-harapan, keinginan-keinginan, norma-norma dan bentuk-bentuk ideal masyarakat yang dicita-citakannya. Cita negara dirumuskan berdasarkan cita yang hidup dalam masyarakat tadi sebagai hasil refleksi filosofis.
Pertanyaan yang mendasar dan ilmiah adalah Apakah pancasila itu sebagai Ideologi ? dan jika sebagai ideologi apakah sebagai ideologi tertutup atau ideologi terbuka dan dimana letak terbukanya ? Secara wacana akademik istilah ideologi pada walnya digunakan oleh seorang filsuf Prancis, ANTOINE DESTUTT DE TRACY, yang diartikannya “ilmu pengetahuan mengenai gagasan-gagasan (science of ideas). Istilah ini mula-mula mengandung konotasi politik karena penggunaanya berhubungan dengan epistmologi ilmu pengetahuan.
Dalam sejarahnya istilah ideologi baru berhubungan dengan kehidupan politik setelah Napoleon Bonaparte dari Prancis menamakan semua orang yang menentang gagasan-gagasan “patriotic” yang dikemukakannya sebagai kaum “ideologis”. Bagi Napoleon, ideologi adalah pemikiran-pemikiran khayali kaum idealis yang menghalang-halangi pencapaian tujuan-tujuan revolusioner.
Istilah
ini semakin popular pada abad pertengahan ke 19 setelah KARL MARX menerbitkan
buku German Ideology. Menurut ideologi hanyalah kesadaran yang palsu, ideologi
adalah kesadaran sebuah kelas sosial dan ekonomi dalam masyarakat demi
mempertahankan kepentingan-kepentingan mereka.
Dan
sejarah mencatat, berbagai akibat yang ditimbulkan oleh ideologi KARL MARX,
sejak kemenangan revolusi kaum Bolsjevik di Rusia pada tahun 1926 sampai masa
keruntuhan kemunisme pada tahun-tahun belakangan ini. Kajian komprehensif dari
segi sosiologi pengetahuan mengenai ideologi dipelopori oleh KARL MANNHEIM.
Tokoh ini menerima dasar pemikiran Karl Max bahwa ideologi adalah “kesadaran
kelas”. Mann Heim membuat dua kategori ideologi, yaitu : Pertama, Ideologi yang
bersifat particular Kedua, Ideologi yang bersifat menyeluruh Pada kategori
pertama dimaksudkannya sebagai keyakinan-keyakinan yang tersusun secara
sistimatis dan terkait erat dengan kepentingan suatu kelas sosial dalam
masyarakat.
Sedangkan pada kategori kedua diartikannya sebagai suatu system pemikiran yang menyeluruh mengenai semua aspek kehidupan sosial. Ideologi dalam kategori kedua ini bercita-cita melakukan transformasi sosial secara besar-besaran menuju bentuk tertentu. Jadi Mann Heim menganggap ideologi pada kategori kedua ini tetap berada dalam batas-batas yang realistic dan berbeda dengan “utopia” yang hanya berisi gagasan-gagasan besar yang hampir tidak mungkin dapat diwujudkan.
Sedangkan pada kategori kedua diartikannya sebagai suatu system pemikiran yang menyeluruh mengenai semua aspek kehidupan sosial. Ideologi dalam kategori kedua ini bercita-cita melakukan transformasi sosial secara besar-besaran menuju bentuk tertentu. Jadi Mann Heim menganggap ideologi pada kategori kedua ini tetap berada dalam batas-batas yang realistic dan berbeda dengan “utopia” yang hanya berisi gagasan-gagasan besar yang hampir tidak mungkin dapat diwujudkan.
Pertanyaannya
adalah apakah pancasila adalah ideologi dalam kategori pertama atau pada
ideologi pada kategori kedua ? Bagi bangsa Indonesia ideologi tentu bukan kesadaran
sebuah kelas sebagaimana dipahami KARL MARX. Cara pandang kenegaraan bangsa
Indonesia menolak penggunaan analisis kelas karena negara diciptakan untuk
semua. Negara mengatasi paham golongan dan paham perseorangan, demikian
ditegaskan dalam penjelasan umum UUD 1945, jadi ideologi negara dimaksudkan
untuk mengatasi kemungkinan adanya paham golongan-golongan di dalam masyarakat
karena keberadaan golongan-golongan itupun diakui oleh ketentuan pasal 2 UUD
1945. penjelasan atas pasal ini menerangkan bahwa yang dimaksud dengan
golongan-golongan ialah badan-badan seperti koperasi, serikat sekerja, dan
badan-badan kolektif lain. Dengan demikian dari dua kategori ideologi yang
dikemukakan oleh Mann Heim di atas, ideologi pancasila dapat digolongkan
sebagai ideologi menyeluruh. Memang lima sila didalam pancasila itu mengandung
cirri universal sehingga mungkin saja ia ditemukan dalam gagasan berbagai
masyarakat dan bangsa di dunia. Letak kekhasan dan orsinilitasnya sebagai dasar
filsafat dan ideologi negara republik Indonesia ialah, kelima sila itu
digabungkan dalam kesatuan yang integrative, bulat dan utuh. Dan sebagai
ideologi bersifat menyeluruh, karena pancasila yang dirumuskan dalam pembukaan
UUD 1945 pada alinea keempat itu, ditafsirkan secara otentik oleh konstitusi /
UUD 1945 dalam pokok-pokok pikiran pembukaan UUD 1945, oleh karena pancasila
sebagai ideologi juga didalamnya sekaligus sebagai cita hukum, artinya
pancasila membimbing arah pembentukan hukum dalam masyarakat. Sebagai
norma-norma mendasar (staatfundamentalnorm) rumusan pancasila bukan rumusan
hukum yang bersifat operasional yang pelaksanaanya dikenakan sanksi. Untuk
membuat operasiaonal, negara membentuk berbagai peringkat peraturan
perundang-undangan. Penyelenggara negara dalam mengoperasionalkan ideologi
pancasila, maka harus mengacu kepada penafsiran otentik dari pancasila, dan
telah menjadi kesepakatan para ahli hukum Indonesia, bahwa pokok-pokok pikiran
dalam penjelasan umum pembukaan UUD 1945 adalah tafsir otentik dari pancasila
yang dirumuskan atas dasar kesepakatan pendiri negara dan itulah yang kemudian
kita sebut PARADIGMA PANCASILA. Kemudian dimana letak terbukanya sebagai
ideologi, hal ini dapat ditelusuri dari pernyataan dalam penjelasan umum, bahwa
kita harus ingat dengan dinamika negara dan jangan terlalu cepat membuat
kristalisasi terhadap pikiran-pikiran yang mudah berubah. Contoh yang paling
jelas adalah tentang konsep negara hukum yang dianut oleh negara republik
Indonesia didalam kontitusinya didasari dengan satu paradigma yaitu dengan
suatu prinsip “semangat para penyelenggara negara itu baik, maka baiklah
segalanya”. Bagaimana pijakan berpikirnya, penjelasan UUD 1945 menegaskan bahwa
negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa bermakna bahwa para penyelenggara
negara berkewajiban “memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur”. Kepatuhan
terhadap norma-norma moral berbeda dengan kepatuhan terhadap norma-norma hukum,
karena sangat bergantung pada keinsafan batin setiap individu dan adanya
kontrol yang kuat dari masyarakat. Inilah yang dimaksud dengan istilah
“semangat para penyelenggara negara”. Keberadaan lembaga kontrol yang terdiri
dari masyarakat, para cendikiawan, ulama, tokoh-tokoh masyarakat, dan kalangan
pers menjadi sangat penting untuk “mengawasi”, perilaku para lagislator dalam
merumuskan norma-norma hukum, maupun prilaku para penyelenggara negara. Oleh
karena itu di era reformasi ini, pancasila sebenarnya dapat dijadikan paradigma
reformasi, apabila keberadaaan civil society yang kuat dan berprilaku democrat,
egaliter dan manusiawi. Civil society adalah elemen kunci dalam menentukan
terwujudnya masyarakat demokratis yang efektif. Civil society mungkin ada tanpa
demokrasi, tetapi demokrasi tidak bias ada tanpa civil society yang kuat.
Salah satu parameter civil society yang kuat adalah adanya gerakan masyarakat terhadap tegaknya supremasi hukum didalam negara dmokrasi yang sekaligus negara hukum.
Pertanyaanya adalah dapatkah pancasila sebagai paradigma reformasi hukum ? Jawaban atas pertanyaan ini adalah tergantung pemahaman penyelenggara negara dan pemerintah terhadap konsep negara hukum menurut paradigma UUD 1945.
Salah satu parameter civil society yang kuat adalah adanya gerakan masyarakat terhadap tegaknya supremasi hukum didalam negara dmokrasi yang sekaligus negara hukum.
Pertanyaanya adalah dapatkah pancasila sebagai paradigma reformasi hukum ? Jawaban atas pertanyaan ini adalah tergantung pemahaman penyelenggara negara dan pemerintah terhadap konsep negara hukum menurut paradigma UUD 1945.
5. Supremasi Hukum dalam konsep negara hukum “pancasila”
Berbicara
tentang supremasi hukum, kita harus berbicara tentang masyarakat dimana hukum
itu berlaku baik yang disebut masyarakat nasional maupun internasional.
Supremasi hukum didalam masyarakat nasional kita karena didalamnya ada aturan
yang disebut hukum. Secara sederhana kita dapat mendefinisikan hukum sebagai
aturan tentang tingkah laku manusia dimasyarakat tertentu. Aturan yang disebut
hukum tadi akan terkait dengan tindakan manusia atau tingkah laku manusia
didalam suatu masyarakat nasional yang mempunyai berbagai macam aspek atau
bidang, didalamnya ada bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial, bidang
budaya, pendidikan dan juga keamanan. Didalam berbagai bidang itulah manusia
melakukan tingkah laku dan manusia satu dengan yang lain melakukan interaksi
dan interaksi itu berjalan secara tertib, maka dibutuhkan aturan yang disebut
hukum. Oleh karena itu ketika kita akan berbicara tentang supremasi hukum maka
timbul beberapa pertanyaan yang perlu mendapat jawaban secara jelas yaitu apa
dimaksud dengan supremasi hukum, untuk apa supremasi hukum itu ditegakkan dan
bagaimana caranya supremasi hukum itu bisa diwujudkan. Tetapi kita pertanyaan
tadi dialam kehidupan masyarakat nasional pada akhirnya bermuara kepada apa
yang disebut terwujudnya negara hukum.
Ketika
kita berbicara tentang negara hukum yang disebut supremasi hukum itu tentu saja
tidak akan lepas dari konsepsi dasar yang dipakai sebagai landasan untuk
menciptakan sebuah negara nasional yang pada tataran kenegaraan dan hukum
tertinggi disebut konstitusi atau Undang-undang dasar. Ini merupakan dasar yang
bersifat universal yang berlaku pada tiap-tiap negara. Oleh karena itu ketika
kita harus berbicara secara kongkrit tentang supremasi hukum di Indonesia pada
umumnya dan khususnya Kalimantan Barat pada khususnya, kita tidak bisa lain
kecuali kembali harus melihat kembali kepada konstitusi atau UUD 1945 sebagai
hukum dasar tertulis yang berlaku seluruh republik Indonesia.
Jika
berbicara dalam tataran koridor konstitusional, maka persoalan supremasi hukum
yang hanya mungkin terwujud didalam sebuah masyarakat nasional yang disebut
negara hukum konstitusional, yaitu suatu negara dimana setiap tindakan dari
penyelenggara negara : pemerintah dan segenap alat perlengkapan negara di pusat
dan didaerah terhadap rakyatnya harus berdasarkan atas hukum-hukum yang berlaku
yang ditentukan oleh rakyat / wakilnya didalam badan perwakilan rakyat. Dan
dalam wacana politik modern, maka dalam paktek negara demokrasi dengan
sendirinya negara hukum. Sesuai prinsip kedaulatan rakyat yang ada, didalam
negara demokrasi hukum dibuat untuk melindungi hak-hak azasi manusia warga
negara, melindungi mereka dari tindakan diluar ketentuan hukum dan untuk mewujudkan
tertib sosial dan kepastian hukum serta keadilan sehingga proses politik
berjalan secara damai sesuai koridor hukum/konstitusional.
UUD 1945 sebenarnya telah mempunyai ukuran-ukuran dasar yang bisa dipakai untuk mewujudkan negara hukum dimana supremasi hukum akan diwujudkan. Kalau kita pelajari UUD 1945 dengan seksama ada sebuah kalimat dalam kaitan dengan apa disebut negara hukum yang secara jelas disebutkan bahwa “Indonesia adalah negara berdasar atas negara hukum, tidak berdasar atas kekuasaan belaka” ini sebenarnya Grundnorm yang telah diberikan oleh Fonding father yang membangun negara ini. Bagaimana kita akan menyusun negara hukum, bagaimana negara hukum itu akan diarahkan, dalam arti untuk apa kita wujudkan negara hukum ini, sekaligus dituntut untuk menegakkan hukum sebagai salah satu piranti yang bisa dipergunakan secara tepat didalam mewujudkan keinginan atau cita-cita bangsa. Formula UUD 1945 tersebut mengandung pengertian dasar bahwa didalam negara yang dibangun oleh rakyat Indonesia ini sebenarnya diakui adanya dua faktor yang terkait dalam mwujudkan negara hukum, yaitu satu factor hukum dan yang kedua factor kekuasaan. Artinya hukum tidak bisa ditegakkan inkonkreto dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat tanpa adanya kekuasaan dan dimanesfestasikan pada adanya apa yang UUD disebut. Kata penyelenggara negara di bidang Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Sebaliknya pembentukan kekuasaan dan penggunaan kekuasaan sama sekali tidak boleh meninggalkan factor hukum tersebut oleh karena hukum yang berupa Grundnorm dalam UUD 1945 ini memberikan dasar terhadap terbentuknya kekuasaan yaitu kedaulatan rakyat. Artinya rakyat yang berdaulat bukan negara yang berdaulat dan hukum juga memberikan dasar terhadap penggunaan kekuasaan tersebut hingga penggunaan kekuasaan yang ada pada negara tidak boleh diterapkan semena-mena tanpa ada dasar hukumnya yang jelas. Dengan demikian maka kekuasaan yang ada pada negara pada saat diterapkan harus menghormati kewenangan-kewenangan yang sifat terbatas diberikan kepada aparat negara. Begitu juga hukumlah yang menentukan arah kemana kekuasaan negara itu dipergunakan dan menentukan tujuan-tujuan apa yang hendak dicapai dengan menggunakan kekuasaan tersebut. Yang idak boleh dilupakan adalah bahwa hukum tidak hanya memberi dasar, tidak hanya memberi arah, tidak hanya menentukan tujuan, tetapi hukum juga menentukan cara atau prosedur bagaimana kekuasaan itu diterapkan didalam praktek penyelenggaraan negara.
Dengan demikian dua factor hukum dan kekuasaan, tidak bisa dilepaskan satu sama lain, bagaikan lokomotif dan relnya serta gerbong yang ditarik lokomotif. Artinya hukum tidak bisa ditegakkan bahkan lumpuh tanpa adanya dukungan kekuasaan. Ebaliknya kekuasaan sama sekali tidak boleh meninggalkan hukum, oleh karena apabila kekuasaan dibangun dan tanpa mengindahkan hukum, yang terjadi adalah satu negara yang otoriter. Fungsi kekuasaan pada hakekatnya adalah memberikan dinamika terhadap kehidupan hukum dan kenegaraan sesuai norma-norma dasar atau grundnorm yang dituangkan dalam UUD 1945 dan kemudian dielaborasi lebih lanjut secara betul dalam hirarki perundang-undangan yang jelas.
Jika dipahami dengan benar pemahaman dan norma ini sebenarnya secara konsepsional Indonesia memiliki landasan yang kuat untuk mewujudkan negara hukum konstitusional yang demokratis dan dengan dengan demikian secara konsepsiaonal supremasi hukum telah dijamin eksistensinya oleh UUD 1945. Artinya secara implementasi pemecahan-pemecahan segala dibidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan lain-lain menggunakan legal approach dan apabila mau menggunakan pendekatan kekuasaan itu harus didasarkan atas hukum.
Dan memang setiap transisi dalam demokrasi pasti memiliki masalah khusus. Masalah yang pokok terutama terkait dengan (1) kultur politik dan juga (2) struktur politik. Demokrasi memerlukan adanya kultur dan struktur yang mendukung proses-proses demokratisasi. Dua hal ini biasanya belum terbentuk dengan baik dalam masyarkat transisi, seperti Indonesia saat ini, atau Kal-Bar khusus saat ini. Di Indonesia, pasca orde baru, belum ada kultur demokrasi yang kuat (misalnya tradisi berbeda pendapat, toleransi, dialog terbuka, tradisi melakukan advokasi, prilaku yang menjunjung hukum dan moral religius dalam menghadapi persoalan secara jernih). Struktur politik yang ada saat ini juga belum cukup demokratis, karena diperlukan adanya perubahan structural yang harus diawali dengan perubahan atau amandemen UUD 1945 dan atau produk-produk hukum yang bertipe represif, ke arah otonom, dan bertipe responsive.
Dengan dmkian demokrasi modern selalu hadir dalam wadah negara hukum, sehingga sering disebut sebagai negara hukum konstitusional. Ciri yang mendasar dari demokrasi kontitusional yang demokratis adalah gagasan bahwa pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. pembatasan-pembatasan atas kekuasan pemerintah tercantum dalam konstitusi, sehingga sering disbut “pemerintah berdasar atas konsttusi” (constitutional goverment), yang juga sama dengan limited government atau restrained government.
Kemudian dimana letak kaitan pancasila sebagai ideology dengan supremasi hukum ?
Supremasi hukum baru dapat ditegakkan apabilapara penyeleggara negara berprilaku democrat, egaliter dan manusiawi yang dijiawai oleh nilai-nilai ideology pancasila, artinya letak persoalan pokoknya belum tegaknya supremasi hukum bukan pada konsepsi negara hukumnya, bukan konsepsi dasar ideology negara pancasila yang tidak bisa memenuhi tantangan jaman, tetapi terletak pada praktek penyelenggara negara disemua bidang yang telah meninggalkan unsur-unsur iotanamkan oleh UUD 1945, yaitu semangat penyelenggara negara. Terutama butir 4 dari pokok-pokok pikiran yang tercantum dalam pembukaanUUD 1945 yang mengandung isi yang mewajibkan kepada pemerintah dan lain-lain penyeleggara negara untuk budi pekerti kemanusiaan yang luhur dengan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur, yang digali berdasarkan nilai-nilai ketuhan yang maha esa (moral religius), nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab (harkat dan martabat manusia dan hakhak azasi manusia), nilai-nilai persatuan dan kesatuan, nilai-nilai kerakyatan dan prisip musyawarah mufakat, prinsip perwakilan, dan nilai-nilai keadilan kebenaran untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
-,- begitulah
semoga artikel di atas berguna :)
semoga artikel di atas berguna :)
No comments:
Post a Comment