Breaking

Thursday, January 05, 2012

Makalah Kultur Jaringan

Kata Pengantar
 
Puji syukur kami  panjatkan  kepada Allah SWT ,   berkat rahmat beserta hidayah-Nya  kami dapat menyelesaikan  makalah yang  berjudul “ Kultur Jaringan ” ini.
Makalah ini dibuat dengan maksud dan tujuan agar para pembaca mengetahui secara jelas apa itu kultur jaringan, manfaat dari kultur jaringan, langkah-langkah melakukan kultur jaringan dan lain-lain.
Terimakasih kami  ucapkan kepada semua pihak yang turut membantu serta mendukung penulis dalam proses pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwasanya makalah ini masih sangat sederhana dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami  senantiasa mengharapkan kritik dan saran  yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah kami dimasa yang akan datang.





Praya, 16 Oktober  2011



                                                                                                         Tim Penyusun




  
Pendahuluan
 BAB 1
1.1  Latar Belakang Masalah
Salah satu dampak dalam peningkatan ekspor komoditi pertanian adalah kebutuhan bibit yang semakin meningkat. Bibit dari suatu varietas unggul yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas, sedangkan bibit tanaman yang dibutuhkan jumlahnya sangat banyak.

Penyediaan bibit yang berkualitas baik merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam pengembangan pertanian di masa mendatang. Salah satu teknologi harapan yang banyak dibicarakan dan telah terbukti memberikan keberhasilan adalah melalui teknik kultur jaringan.
Melalui kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan karena faktor perbanyakannya yang tinggi. Bibit dari varietas unggul yang jumlahnya sangat sedikit dapat segera dikembangkan melalui kultur jaringan. Pada tanaman perbanyakan melalui kultur jaringan, bila berhasil dapat lebih menguntungkan karena sifatnya akan sama dengan induknya (seragam) dan dalam waktu yang singkat bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dan bebas penyakit.

1.2 Rumusan Masalah
            Ada beberapa rumusan masalah yang dapat kami ambil dalam makalah ini. Rumusan masalah yang dimaksud adalah :
  1. Apakah yang dimaksud dengan Teknologi kultur jaringan?
  2. Bagimana teknik dan tahapan yang dilakukan dalam melakukan kultur jaringan?
  3. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari teknologi kultur jaringan?
1.3   Tujuan penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah kami paparkan maka, tujuan penulisan dari makalah ini adalah :
  1. Mendiskripsikan pengertian dari kultur jaringan..
  2. Memaparkan dan menjelaskan teknik dan tahapan dalam melakukan kultur jaringan.
  3. Menjabarkan kelebihan dan kekurangan dari teknologi kultur jaringan.
Bab 11
Pembahasan
2.1 Pengertian kultur Jaringan.
            Kultur jaringan adalah  metode untuk mengisolasi bagian-bagian tanaman seperti sel, jaringan, ataupun organ serta menumbuhkannya secara aseptis ( bebas hama ) di dalam atau di atas medium budidaya sehingga bagian-bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap kembali.
Menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut tissue culture. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Jadi, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang memiliki sifat seperti induknya.
            Bagian kecil tanaman ( sel, jaringan, dan organ ) yang digunakan dalam kultur jaringan disebut   eksplan . Eksplan diambil dari bagian yang masih muda (primordial), sel-selnya masih bersifat meristematis, dan mengalami proses diferensiasi. Tanaman yang dibudidayakan menggunakan teknik kultur jaringan umunya merupakan tanaman yang bernilai ekonomis tinggi atau tanaman yang sulit untuk dikembangbiakkan.  Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.

2.2 Prinsip dasar kultur jaringan.
Menurut Thorpe (1981), ada 3 prinsip utama dalam kultur jaringan:

1.  Isolasi bagian tanaman dari tanaman utuh (organ, akar, daun dll)

2. Memelihara bagian tanaman tadi dalam lingkungan yang sesuai dan kondisi kultur yang         tepat

3.  Pemeliharaan dalam kondisi aseptic
Teori Dasar Kultur Jaringan:

a. Sel dari suatu organisme multiseluler dimanapun letaknya sebenarnya sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut (omne cellula ex cellula).
b. Teori Totipotensi Sel

          
 Teori sel oleh Schwann dan Schleiden (1898) yang menyatakan bahwa sel memiliki sifat totipotensi, yaitu bahwa setiap sel tanaman yang hidup dilengkapi dengan informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh, jika kondisinya sesuai. Teori ini mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembangbiak karena seluruh bagian tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup.
 Kaitan Teori Totipotensi dengan Kultur Jaringan
Teori totipotensi yang menyatakan bahwa setiap sel tanaman dapat berkembang menjadi individu baru, digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan kultur jaringan. Dalam kultur jaringan bagian tanaman yang terdiri atas sel-sel dan jaringan dibuat sedemikian mungkin untuk ditanam di sebuah media yang steril dan lingkungan yang terkendali. Seperti teori totipotensi tersebut, bagian tanaman yang ditanam di media tersebut ternyata dapat bertumbuh dan berkembang menjadi individu baru bila kondisinya sesuai.


2.3   jenis-jenis dan tahapan dalam kultur jaringan .
a. Beberapa jenis kultur jaringan, sebagai berikut :
  1. Kultur meristem, eksplan yang digunakan berupa jaringan meristem.
  2. Kultur pollen atau kultur anther, eksplan yang digunakan berupa putik atau benang sari. 
  3. Kultur protoplas, eksplan yang digunakan berupa protoplas.
  4. Kultur kloroplas, eksplan yang digunakan berupa kloroplas dan biasanya digunakan untuk fusi protoplasma.
  5. Fusi protoplas, teknik menggabungkan dua protoplas sehingga dihasilkan tanamn dengan sifat yang baru.
  6. Kultur biji (seed culture), kultur yang bahan tanamnya menggunakan biji atau seedling.
  7.  Kultur organ (organ culture), merupakan budidaya yang bahan tanamnya menggunakan organ, seperti: ujung akar, pucuk aksilar, tangkai daun, helaian daun, bunga, buah muda, inflorescentia, buku batang, akar dll.
  8.  Kultur kalus (callus culture), merupakan kultur yang menggunakan jaringan (sekumpulan sel) biasanya berupa jaringan parenkim sebagai bahan eksplannya.
  9.  Kultur suspensi sel (suspension culture) adalah kultur yang menggunakan media cair dengan pengocokan yang terus menerus menggunakan shaker dan menggunakan sel atau agregat sel sebagai bahan eksplannya, biasanya eksplan yang digunakan berupa kalus atau jaringan meristem.
  10. Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman, yakni: kepala sari/ anther (kultur anther/kultur mikrospora), tepungsari/ pollen (kutur pollen), ovule (kultur ovule), sehingga dapat dihasilkan tanaman haploid.
b. Tahapan dalam Kultur jaringan.
Pelaksanaan teknik ini memerlukan berbagai prasyarat pendukung kehidupan jaringan yang dibiakkan. Yang paling esensial adalah wadah dan media tumbuh yang steril. Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya. Ada dua penggolongan media tumbuh: media padat dan media cair. Media padat pada umumnya berupa padatan gel, seperti agar. Nutrisi dicampurkan pada agar. Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang atau dalam kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan.

Pelaksana harus bekerja dengan teliti dan serius, karena setiap tahapan pekerjaan tersebut memerlukan penanganan tersendiri dengan dasar pengetahuan tersendiri.
Tahap-tahap yang dilakukan dalam kultur jaringan adalah sebagai berikut :

1.    Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan
           
Sebelum melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan yang pertama harus dilakukan adalah memilih bahan induk yang akan diperbanyak. Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman indukan sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara in-vitro.

Lingkungan tanaman induk yang lebih higienis dan bersih dapat meningkatkan kualitas eksplan. Pemeliharaan rutin yang harus dilakukan meliputi: pemangkasan, pemupukan, dan penyemprotan dengan pestisida (fungisida, bakterisida, dan insektisida), sehingga tunas baru yang tumbuh menjadi lebih sehat dan dan bersih dari kontaminan. Selain itu pengubahan status fisiologi tanaman induk sumber eksplan kadang-kadang perlu dilakukan seperti memanipulasi parameter cahaya, suhu, dan zat pengatur tumbuh. Manipulasi tersebut bisa dilakukan dengan mengondisikan tanaman induk dengan fotoperiodisitas dan temperatur tertentu untuk mengatasi dormansi serta penambahan ZPT seperti sitokinin untuk merangsang tumbuhnya mata tunas baru dan untuk meningkatkan reaktivitas eksplan pada tahap inisiasi kultur
Syarat eksplan yang baik:

§ Berasal dari induk yang sehat dan subur

§ Berasal dari induk yang diketahui jenisnya

§ Tempat tumbuh pada lingkungan yang baik

§ Ukuran tunas optimal sekitar 5 cm tingginya

§ Tunas langsung diproses sesegera mungkin

2.    Pembuatan media
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.                                                            
Biasanya, komposisi media yang digunakan adalah sebagai berikut :
3.    Inisiasi Kultur
Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur dari eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell, 1976). ini mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell, 1976).
Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan (browning). Hal ini disebabkan oleh senyawa fenol yang timbul akibat stress mekanik yang timbul akibat pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari tanaman induk. Senyawa fenol tersebut bersifat toksik, menghambat pertumbuhan atau bahkan dapat mematikan jaringan eksplan.

4.      Sterilisasi
5.       
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.
5.    Multiplikasi atau Perbanyakan Propagul

Tahap ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan cara merangsang terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan percabangan aksiler atau merangsang terbentuknya tunas pucuk tanaman secara adventif, baik secara langsung maupun melalui induksi kalus terlebih dahulu. Seperti halnya dalam kultur fase inisiasi, di dalam media harus terkandung mineral, gula, vitamin, dan hormon dengan perbandingan yang dibutuhkan secara tepat (Wetherell, 1976). Hormon yang digunakan untuk merangsang pembentukan tunas tersebut berasal dari golongan sitokinin seperti BAP,  2-iP, kinetin, atau thidiadzuron (TDZ).
Kemampuan memperbanyak diri yang sesungguhnya dari suatu perbanyakan secara in-vitro terletak pada mudah tidaknya suatu materi ditanam ulang selama multiplikasi (Wetherell, 1976). Eksplan yang dalam kondisi bagus dan tidak terkontaminasi dari tahap inisiasi kultur dipindahkan atau disubkulturkan ke media yang mengandung sitokinin. Subkultur dapat dilakukan berulang-ulang kali sampai jumlah tunas yang kita harapkan, namun subkultur yang terlalu banyak dapat menurunkan mutu dari tunas yang dihasilkan, seperti terjadinya penyimpangan genetik (aberasi), menimbulkan suatu gejala ketidak normalan (vitrifikasi) dan frekuensi terjadinya tanaman off-type sangat besar.
 
6.    Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar

Tujuan dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk tanaman yang cukup kuat untuk dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke lingkungan luar. Dalam tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh ketahanannya terhadap pengaruh lingkungan, sehingga siap untuk diaklimatisasikan (Wetherell, 1976). Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke media lain untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas mengandung sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan secara individu atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan. Pengakaran tunas in-vitro dapat dilakukan dengan memindahkan tunas ke media pengakaran yang umumnya memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. Keberhasilan tahap ini tergantung pada tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada tahap sebelumnya.
7.    . Aklimatisasi

Dalam proses perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, tahap aklimatisasi planlet merupakan salah satu tahap kritis yang sering menjadi kendala dalam produksi bibit secara masal. Pada tahap ini, planlet atau tunas mikro dipindahkan ke lingkungan di luar botol seperti rumah kaca , rumah plastik, atau screen house (rumah kaca kedap serangga). Proses ini disebut aklimatisasi. Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi.
Tahap ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangatlah jauh berbeda dengan kondisi iklim mikro di dalam botol. Kondisi di luar botol bekelembaban nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi dalam botol. Planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan sumber energi berkecukupan.
Disamping itu tanaman tersebut memperlihatkan beberapa gejala ketidak normalan, seperti bersifat sukulen, lapisan kutikula tipis, dan jaringan vaskulernya tidak berkembang sempurna, morfologi daun abnormal dengan tidak berfungsinya stomata sebagai mana mestinya. Strutur mesofil berubah, dan aktifitas fotosintesis sangat rendah. Dengan karakteristik seperti itu, palanlet atau tunas mikro mudah menjadi layu atau kering jika dipindahkan ke kondisi eksternl secara tiba-tiba. Karena itu, planlet atau tunas mikro tersebut diadaptasikan ke kondisi lngkungan yang baru yang lebih keras. Dengan kata lain planlet atau tunas mikro perlu diaklimatisasikan.

TEKNIK KULTUR JARINGAN   :
  • Teknik kultur jaringan sangat sederhana, yaitu suatu sel atau irisan jaringan tanaman yang sering disebut eksplan secara aseptik diletakkan dan dipelihara dalam medium pada atau cair yang cocok dan dalam keadaan steril. dengan cara demikian sebaian sel pada permukaan irisan tersebut akan mengalami proliferasi dan membentuk kalus. Apabila kalus yang terbentuk dipindahkan kedlam medium diferensiasi yang cocok, maka akan terbentuk tanaman kecil yang lengkap dan disebut planlet. Dengan teknik kultur jaringan ini hanya dari satu irisan kecil suatu jaringan tanaman dapat dihasilkan kalus yang dapat menjadi planlet dalam jumlah yang besar.

  • Pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman ini berdasarkan teori sel sperti yang dikemukakan oleh Schleiden, yaitu bahwa sel mempunyai kemampuan autonom, bahkan mempunyai kemampuan totipotensi.
Faktor yang Mempengaruhi Proses Regenerasi
1. Bentuk Regenerasi dalam Kultur In Vitro: pucuk aksilar, pucuk adventif, embrio somatik,                                                            pembentukan protocorm like bodies, dll

2. Eksplan

            Merupakan bagian tanaman yang dipergunakan sebagai bahan awal untuk perbanyakan tanaman. Faktor eksplan yang penting adalah genotipe/varietas, umur eksplan, letak pada cabang, dan seks (jantan/betina). Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagi eksplan adalah pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon, hipokotil, endosperm, ovari muda, anther, embrio, dll.

3. Media Tumbuh.

            Di dalam media tumbuh mengandung komposisi garam anorganik, zat pengatur tumbuh, dan bentuk fisik media. Terdapat 13 komposisi media dalam kultur jaringan, antara lain: Murashige dan Skoog (MS), Woody Plant Medium (WPM), Knop, Knudson-C, Anderson dll. Media yang sering digunakan secara luas adalah MS.

4. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman

            Faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan ZPT adalah konsentrasi, urutan penggunaan dan periode masa induksi dalam kultur tertentu. Jenis yang sering digunakan adalah golongan Auksin seperti Indole Aceti Acid(IAA), Napthalene Acetic Acid (NAA), 2,4-D, CPA dan Indole Acetic Acid (IBA). Golongan Sitokinin seperti Kinetin, Benziladenin (BA), 2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan PBA. Golongan Gibberelin seperti GA3. Golongan zat penghambat tumbuh seperti Ancymidol, Paclobutrazol, TIBA, dan CCC.

5. Lingkungan Tumbuh

            Lingkungan tumbuh yang dapat mempengruhi regenerasi tanaman meliputi temperatur, panjang penyinaran, intensitas penyinaran, kualitas sinar, dan ukuran wadah kultur.

2.4       .Kendala dan Masalah dalam melakukan Kultur Jaringan


Teknik kultur jaringan sampai saat ini memang belum biasa dilaksanakan oleh para petani, baru beberapa kalangan pengusaha swasta saja yang sudah mencoba melaksanakannya, karena pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman memerlukan keterampilan khusus dan harus dilatar belakangi dengan ilmu pengetahuan dasar tentang fisiologi tumbuhan, anatomi tumbuhan, biologi, kimia dan pertanian. Dengan demikian jelas akan amat sulit untuk diterima oleh kalangan petani biasa. Di samping itu, pelaksanaan teknik kultur jaringan mutlak memerlukan laboratorium khusus, walaupun dapat di usahakan secara sederhana (dalam ruang yang terbatas), namun tetap memerlukan peralatan yang memadai. Kemungkinan lain petani akan merasa enggan bekerja secara aseptik..

            Pekerjaan kultur jaringan meliputi: persiapan media, isolasi bahan tanam (eksplan), sterilisasi eksplan, inokulasi eksplan, aklimatisasi dan usaha pemindahan tanaman hasil kultur jaringan ke lapangan. Pelaksana harus bekerja dengan teliti dan serius, karena setiap tahapan pekerjaan tersebut memerlukan penanganan tersendiri dengan dasar pengetahuan tersendiri. Karena semua pekerjaan harus dilaksanakan secara hati-hati dan cermat serta memerlukan kesabaran yang tinggi.
Biaya untuk mewujudkan perbanyakan tanaman secara in vitro ini juga sangat mahal, kecuali kita meramu medium sendiri. Bila kita terpaksa harus membeli medium yang sudah jadi (dalam kemasan) jelas akan sangat mahal, sebab medium yang sudah jadi masih harus di impor dari luar negeri. Apalagi kita harus membeli saran untuk perlakuan isolasi dan fusi protoplas, tentu biayanya akan bertambah besar. Enzim-enzim yang digunakan dalam kultur jaringan juga masih dibeli dari luar negeri seperti Jepang.

            Lepas semua dari kendala-kendala tersebut diatas, kita harus mengakui bahwa teknik kultur jaringan sangat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan, terutama untuk pengembangan bioteknologi.


§  Masalah-masalah Dalam Kultur Jaringan
Dalam kegiatan kultur jaringan, tidak sedikit masalah-masalah yang muncul sebagai pengganggu dan bahkan menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan kegiatan kultur yang dilakukan. Gangguan kultur secara umum dapat muncul dari bahan yang ditanam, dari lingkungan kultur, maupun dari manusianya.
            Permasalahan dalam kultur ada yang dapat diprediksi sebelumnya dan ada pula yang sulit diprediksi kejadiannya. Untuk yang tidak dapat diprediksi, cara mengatasinya tidak dapat secara preventif tetapi diselesaikan setelah kasus itu muncul.

Adapun masalah-masalah yang terjadi dalam kultur jaringan yaitu:

1) Kontaminasi

            Kontaminasi adalah gangguan yang sangat umum terjadi dalam kegiatan kultur jaringan. Munculnya gangguan ini bila dipahami secara mendasar adalah merupakan sesuatu yang sangat wajar sebagai konsekuensi penggunaan yang diperkaya.

Fenomena kontaminasi sangat beragam, keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis kontaminasinya (bakteri, jamur, virus, dll).

Upaya mencegah terjadinya kontaminsi:

1.  Biasakan membersihkan berbagai sarana yang diperlukan dalam kultur jaringan.

2. Yakinkan bahwa proses sterilisasi media secara baik dan benar.

3. Lakukan proses penanaman bahan pada keadaan anda nyaman dan cari waktu yang longgar.

2) Pencoklatan/browning

            Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya warna coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan sesunggguhnya merupakan peristiwa alamiah yang biasa yang sering terjadi.

Pencoklatan umumnya merupakan suatu tanda-tanda kemunduran fisiologi eksplan dan tidak jarang berakhir pada kematian eksplan.
3) Vitrifikasi

            Vitrifikasi adalah suatu istilah problem pada kultur yang ditandai dengan:

Munculnya pertumbuhan dan pertumbuhan yang tidaknormal.

Tanaman yang dihasikan pendek-pendek atau kerdil.

Pertrumbuhan batang cenderung ke arah penambahan diameter

Tanaman utuhnya menjadi sangat turgescent.

Pada daunnya tidak memiliki jaringan pallisade.

4) Variabilitas Genetik

            Bila kultur jaringan digunakan untuk upaya perbanyakan tanaman yang seragam dalam jumlah yang banyak, dan bukan sebagai upaya pemuliaan tanaman maka variasi genetik adalah kendala. Variasi genetik dapat terjadi pada kultur in vitro karena:

Laju multiflikasi yang tinggi, variasi terjadi karena terjadinya sub kultur berulang yang tidak terkontrol

Penggunaan teknik yang tidak sesuai.

Variasi genetik yang paling umum terjadi pada kultur kalus dan kultur -suspensi sel, hal tersebut terjadi karena munculnya sifat instabilitas kromosom mungkin akibat teknis kultur, media atau hormon.

Cara mengatasi masalah variasi genetik tentunya tidak sederhana, harus memperhatikan aspek yang dikulturkan.

5) Pertumbuhan dan Perkembangan

           
Masalah utama berkaitan dengan proses pertumbuhan adalah bila eksplan yang ditanam mengalami stagnasi, dari mulai tanam hingga kurun waktu tertentu tidak mati tetapi tidak tumbuh.

           
Untuk menghindari hal itu dapat dilakukan dengan preventif menghindari bahan tanam yang tidak juvenil atau tidak meristematik. Karena awal pertumbuhan eksplan akan dimulai dari sel-sel yang muda yang aktif membelah, atau dari sel-sel tua yang muda kembali.

Media juag dapat menjadi sebab terjadinya stagnasi pertumbuhan, karena dari kondisi medialah suatu sel dapat atau tidak terdorong melakukan proses pembelahan dan pembesaran dirinya.

            Pada proses kultur jaringan yang bersifa inderict embriogenesis, tahapan pembentukan kalus harus dilanjutkan dengan mendorong induksi embriosomatik dari sel-sel kalus. Terjadinya embrio somatik dapat secara endogen atau eksogen.

6) Praperlakuan

            Masalah pada kegiatan in vitro bukan hanya dari penanaman eksplan saja, pertumbuahn dan perkembangannya dlama botol saja tetapi juga sangat bisa dipengaruhi oleh persyaratan kegiatan prapelakuan. Pada kasus ini masalah akan muncul bila kegiatan prapelakuaan tidak dilakukan. Prapelakuan dilakukan umumnya untuk tujuan-tujuan tertentu, secara umum adalah dalam rangka menghilangkan hambatan. Hambatan apat berupa hambatan kemikalis, fisik, biologis. Hambatan berupa bahan kimia penanganannya harus dimulai dari pengenalan senyawa aktif, potensi gangguan, proses reaksi dan alternatif pengelolaannya.

7) Lingkungan Mikro

            Masalah lingkungan inkubator juga tidak bisa diabaiakan karena ini juga sering menjadi masalah. Suhu ruangan inkubator sangat menentukan optimasi pertumbuhan eksplan, suhu yang terlalu rendah aatau tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada eksplan.

            Kebutuhan antara satu tananaman dengan tanaman yang lain berbeda, namun demikian solusinya sulit dilakukan mengingat umumnya ruangan inkubator suatu ruangan laboratorium kultur jaringan tidak bisa dibuat variasi antara satu ruangan dengan bagian ruangan yang lainnya. Sehingga optimasi pertumbuhan tidak bisa diharapkan sama antara kultur yang satu dengan kultur yang lain.
2.5  Metode Pelaksanaan Kultur Jaringan

Metode Kultur Jaringan:

1. Dilihat dari Macam Media Tanam

    Teknik kultur jaringan dapat dilaksanakan dengan dua metode yaitu:
 a. Metode Padat (Solid Method)
            Metode pada dilakukan dengan tujuan mendapatkan kalus dan kemudian dengan medium diferensiasi yang berguna untuk menumbuhkan akar dan tunas sehingga kalus dapat tumbuh menjadi planlet. Media padat adalah media yang mengandung semua komponen kimia yang dibutuhkan oleh tanaman dan kemudian dipadatkan dengan menambahkan zat pemadat. Zat pemadat tersebut dapat berupa agar-agar batangan, agar-agar bubuk, atau agar-agar kemasan kaleng yang yang memang khusus digunakan untuk media padat untuk kultur jaringan.

            Media yang terlalu padat akan mengakibatkan akar sukar tumbuh, sebab akar sulit untuk menembus ke dalam media. Sedangkan media yang terlalu lembek akan menyebabkan kegagalan dalam pekerjaan. Kegagalan dapat berupa tenggelamnya eksplan yang ditanam. Eksplan yang tenggelam tidak akan dapat tumbuh menjadi kalus, karena tempat area kalus yaitu pada irisan (jaringan yang luka) tertutup oleh medium.

            Metode padat dapat digunakan untuk metode kloning, untuk menumbuhkan protoplas stelah diisolasikan, untuk menumbuhkan planlet dari protokormus stelah dipindahkan dari suspensi sel, dan untuk menumbuhkan planlet dari prtoplas yang sudah difusikan (digabungkan).

b. Metode Cair(Liquid Metho)

            Penggunaan metode cair ini kurang praktis dibandingkan dengan metode padat, karena untuk menumbuhkan kalus langsung dari ekspaln sangat sulit sehingga keberhasilannya sangat kecil dan hana tanaman-tanaman tertentu yang dapat berhasil.

            Oleh karena itu, penggunaan media cair lebih ditekankan untuk suspensi sel, yaitu untuk menumbuhkan plb (prtocorm like bodies). Dari protokormus ini nantinya dapat tumbuh menjadi planlet apabila dipindahkan kedalam media padat yang sesuai.

Pembuatan media cair jauh lebih cepat daripada media padat, karena kita tidak p erlu memanaskannya untuk melarutkan agar-agar. Media cair juga tidak memerlukan zat pemadat sehingga keadaannya tetap berupa larutan nutrein.

2. Dilihat dari Bahan atau Eksplan yang Dipakai

Bila dilihat dari macam bahan yang digunakan, maka metode kultur jaringan yang telah dikenal sekarang antara lain adalah:

1) Kultur meristem. 
2) Kultur antera
3) Kultur endosperma

4) Kultur suspensi sel

5) Kultur protoplas
6) Kultur embrio
7) Kultur spora
Dan lain-lain


3. Dilihat dari Cara Pemeliharaan

            Eksplan yang telah ditanam, agar dapat tumbuh menjadi kalus dan kemudian menjadi planlet, membutuhkan pemeliharaan yang rutin dan tepat. Artinya, eksplan atau kalus yang sudah waktunya untuk dipindahkan ke dalam media tanam yang baru harus segera dilaksanakan, tidak boleh sampai terlambat. Pemindahan yang terlambat dapat menyebabkan pertumbuahn eksplan atau kalus dapat terhenti atau dapat mengalami brownig atau terkontaminasi oleh jamur atau bakteri.


2.6              Kelebihan dan Kekurangan dari kultur jaringan.
    1. Kelebihan kultur jaringan.
  • Pengadaan bibit tidak tergantung musim
  • Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif lebih cepat  (dari satu mata tunas yang sudah respon dalam 1 tahun dapat dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit)
  • Bibit yang dihasilkan seragam
  • Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan organ tertentu)
  • Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah
  • Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan lingkungan  lainnya
  • Dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki
  • Metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu tanaman dewasa
                    b.  kekurangan kultur jaringan.
  • Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit.
  • Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan (laboratorium  khusus), peralatan dan perlengkapan.
  • Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan kultur jaringan agar dapat memperoleh hasil yang memuaskan
  • Produk kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh



Bab 111
Penutup
3.1 Kesimpulan
1. Kultur jaringan adalah  metode untuk mengisolasi bagian-bagian tanaman seperti sel, jaringan, ataupun organ serta menumbuhkannya secara aseptis ( bebas hama ) di dalam atau di atas medium budidaya sehingga bagian-bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap kembali.
2. Tahapan yang dilakukan dalam kultur jaringan antara lain :
a.pemilihan dan penyiapan tanaman induk sumber Eksplan
b. pembuatan media
c.  Inisiasi kultur

d. Sterilisasi

e. Pembuatan media kultur

f. Penanaman eksplan

g. Inkubasi

h. Aklitimasi
3. teknologi kultur jaringan merupakan penemuan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia, terutama dalam bidang pertanian.
3.2  Saran
1. Pelaksanaan kultur jaringan di Indonesia belum cukup banyak dilakukan. Hal ini dikarenakan kurangnya dana dan fasilitas. Saya menyarankan kepada pemerintah, sebaiknya pemerintah ikut memperhatikan masalah mengenai pertanian terutama dalam metode kultur jaringan yang seharusnya dapat menghasilkan keberhasilan yang besar.
2. Pemerintah seharusnya memberikan penyuluhan dan pengetahuan tentang  kultur jaringan kepada para petani agar mereka dapat menerapkan teknologi kultur   jaringan dalam pengelolaan tanaman mereka. Hal ini dapat menigkatkan penghasilan pangan di Indonesia.
3. Peningkatan SDM di Indonesia perlu ditingkatkan guna menjadikan Indonesia sebagai Negara yang berhasil dalam bidang pertanian. Khusunya dengan adanya teknologi kultur jaringan ini.
 
Referensi
Jati,Wijaya.Aktif Biologi.2007.Ganeca Exact:Jakarta.
http://sumarsih07.wordpress.com/kultur-jaringan/
http://anggrek59cirebon.wordpress.com/2008/12/15/kultur-jaringan-pada-anggrek-bagian-2-manfaat-kultur-jaringan/
http://zaifbio.wordpress.com/2009/10/29/kultur-jaringan/
http://www.scribd.com/doc/55461492/Makalah-Kultur-Jaringan-2010
http://thafransisca.wordpress.com/2011/01/30/makalah-kultur-jaringan-lengkap/
http://mardianacb.blogspot.com/2009/03/makalah-kultur-jaringan-pada-tanaman.html
 
 
 
begitu lah ,, silahkan edit sendiri ea :D huhuhu 

No comments:

Post a Comment