Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan
kepada Allah SWT , berkat rahmat
beserta hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ Kultur Jaringan ” ini.
Makalah ini
dibuat dengan maksud dan tujuan agar para pembaca mengetahui secara jelas apa
itu kultur jaringan, manfaat dari
kultur jaringan, langkah-langkah melakukan kultur jaringan dan lain-lain.
Terimakasih kami ucapkan kepada semua pihak yang turut membantu
serta mendukung penulis dalam proses pembuatan makalah ini.
Kami menyadari
bahwasanya makalah ini masih sangat sederhana dan jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca
demi kesempurnaan makalah kami dimasa yang
akan datang.
Praya, 16 Oktober 2011
Tim Penyusun
Pendahuluan
BAB 1
1.1 Latar Belakang Masalah
Salah
satu dampak dalam peningkatan ekspor komoditi pertanian adalah kebutuhan bibit
yang semakin meningkat. Bibit dari suatu varietas unggul yang dihasilkan
jumlahnya sangat terbatas, sedangkan bibit tanaman yang dibutuhkan jumlahnya
sangat banyak.
Penyediaan bibit yang berkualitas baik merupakan salah satu faktor yang
menentukan keberhasilan dalam pengembangan pertanian di masa mendatang. Salah
satu teknologi harapan yang banyak dibicarakan dan telah terbukti memberikan
keberhasilan adalah melalui teknik kultur jaringan.
Melalui
kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan karena
faktor perbanyakannya yang tinggi. Bibit dari varietas unggul yang jumlahnya
sangat sedikit dapat segera dikembangkan melalui kultur jaringan. Pada tanaman
perbanyakan melalui kultur jaringan, bila berhasil dapat lebih menguntungkan
karena sifatnya akan sama dengan induknya (seragam) dan dalam waktu yang
singkat bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dan bebas penyakit.
1.2
Rumusan Masalah
Ada beberapa rumusan masalah yang
dapat kami ambil dalam makalah ini. Rumusan masalah yang dimaksud adalah :
- Apakah yang dimaksud dengan Teknologi kultur jaringan?
- Bagimana teknik dan tahapan yang dilakukan dalam melakukan kultur jaringan?
- Apa saja kelebihan dan kekurangan dari teknologi kultur jaringan?
1.3 Tujuan penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah kami paparkan maka, tujuan
penulisan dari makalah ini adalah :
- Mendiskripsikan pengertian dari kultur jaringan..
- Memaparkan dan menjelaskan teknik dan tahapan dalam melakukan kultur jaringan.
- Menjabarkan kelebihan dan kekurangan dari teknologi kultur jaringan.
Bab 11
Pembahasan
2.1 Pengertian kultur Jaringan.
Kultur jaringan adalah
metode untuk mengisolasi bagian-bagian tanaman seperti sel, jaringan,
ataupun organ serta menumbuhkannya secara aseptis ( bebas hama ) di dalam atau
di atas medium budidaya sehingga bagian-bagian tanaman tersebut dapat
memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap kembali.
Menurut
Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut tissue culture.
Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk
dan fungsi yang sama. Jadi, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu
jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang memiliki sifat seperti induknya.
Bagian kecil tanaman ( sel, jaringan, dan organ ) yang
digunakan dalam kultur jaringan disebut eksplan . Eksplan
diambil dari bagian yang masih muda (primordial), sel-selnya masih bersifat
meristematis, dan mengalami proses diferensiasi. Tanaman yang dibudidayakan
menggunakan teknik kultur jaringan umunya merupakan tanaman yang bernilai
ekonomis tinggi atau tanaman yang sulit untuk dikembangbiakkan. Prinsip utama dari
teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian
vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.
2.2 Prinsip dasar kultur jaringan.
Menurut Thorpe (1981), ada 3 prinsip
utama dalam kultur jaringan:
1. Isolasi bagian tanaman dari tanaman
utuh (organ, akar, daun dll)
2. Memelihara bagian tanaman tadi dalam lingkungan yang sesuai dan kondisi
kultur yang tepat
3. Pemeliharaan dalam kondisi aseptic
Teori Dasar Kultur Jaringan:
a. Sel dari suatu organisme multiseluler dimanapun letaknya sebenarnya sama
dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut (omne cellula ex
cellula).
b.
Teori Totipotensi Sel
Teori sel oleh Schwann dan Schleiden (1898)
yang menyatakan bahwa sel memiliki sifat totipotensi, yaitu bahwa setiap sel
tanaman yang hidup dilengkapi dengan informasi genetik dan perangkat fisiologis
yang lengkap untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh, jika kondisinya
sesuai. Teori ini mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembangbiak
karena seluruh bagian tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup.
Kaitan Teori Totipotensi dengan Kultur
Jaringan
Teori totipotensi yang menyatakan bahwa
setiap sel tanaman dapat berkembang menjadi individu baru, digunakan sebagai
dasar dalam pelaksanaan kultur jaringan. Dalam kultur jaringan bagian tanaman
yang terdiri atas sel-sel dan jaringan dibuat sedemikian mungkin untuk ditanam
di sebuah media yang steril dan lingkungan yang terkendali. Seperti teori
totipotensi tersebut, bagian tanaman yang ditanam di media tersebut ternyata
dapat bertumbuh dan berkembang menjadi individu baru bila kondisinya sesuai.
2.3
jenis-jenis dan tahapan dalam kultur jaringan .
a. Beberapa jenis kultur jaringan, sebagai berikut :
- Kultur meristem, eksplan yang digunakan berupa jaringan meristem.
- Kultur pollen atau kultur anther, eksplan yang digunakan berupa putik atau benang sari.
- Kultur protoplas, eksplan yang digunakan berupa protoplas.
- Kultur kloroplas, eksplan yang digunakan berupa kloroplas dan biasanya digunakan untuk fusi protoplasma.
- Fusi protoplas, teknik menggabungkan dua protoplas sehingga dihasilkan tanamn dengan sifat yang baru.
- Kultur biji (seed culture), kultur yang bahan tanamnya menggunakan biji atau seedling.
- Kultur organ (organ culture), merupakan budidaya yang bahan tanamnya menggunakan organ, seperti: ujung akar, pucuk aksilar, tangkai daun, helaian daun, bunga, buah muda, inflorescentia, buku batang, akar dll.
- Kultur kalus (callus culture), merupakan kultur yang menggunakan jaringan (sekumpulan sel) biasanya berupa jaringan parenkim sebagai bahan eksplannya.
- Kultur suspensi sel (suspension culture) adalah kultur yang menggunakan media cair dengan pengocokan yang terus menerus menggunakan shaker dan menggunakan sel atau agregat sel sebagai bahan eksplannya, biasanya eksplan yang digunakan berupa kalus atau jaringan meristem.
- Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman, yakni: kepala sari/ anther (kultur anther/kultur mikrospora), tepungsari/ pollen (kutur pollen), ovule (kultur ovule), sehingga dapat dihasilkan tanaman haploid.
b.
Tahapan dalam Kultur jaringan.
Pelaksanaan
teknik ini memerlukan berbagai prasyarat pendukung kehidupan jaringan yang
dibiakkan. Yang paling esensial adalah wadah dan media tumbuh yang steril.
Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang
mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang
diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya. Ada dua penggolongan
media tumbuh: media padat dan media cair. Media padat pada umumnya berupa
padatan gel, seperti agar. Nutrisi dicampurkan pada agar. Media cair adalah
nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang atau dalam
kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan.
Pelaksana harus bekerja dengan teliti dan serius, karena setiap tahapan
pekerjaan tersebut memerlukan penanganan tersendiri dengan dasar pengetahuan
tersendiri.
Tahap-tahap yang dilakukan dalam kultur
jaringan adalah sebagai berikut :
1. Pemilihan dan
Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan
Sebelum
melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan yang pertama harus
dilakukan adalah memilih bahan induk yang akan diperbanyak. Tanaman tersebut
harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari
hama dan penyakit. Tanaman indukan sumber eksplan tersebut harus dikondisikan
dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang
akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari sumber kontaminan
pada waktu dikulturkan secara in-vitro.
Lingkungan tanaman induk yang lebih higienis dan bersih dapat meningkatkan
kualitas eksplan. Pemeliharaan rutin yang harus dilakukan meliputi:
pemangkasan, pemupukan, dan penyemprotan dengan pestisida (fungisida,
bakterisida, dan insektisida), sehingga tunas baru yang tumbuh menjadi lebih sehat
dan dan bersih dari kontaminan. Selain itu pengubahan status fisiologi tanaman
induk sumber eksplan kadang-kadang perlu dilakukan seperti memanipulasi
parameter cahaya, suhu, dan zat pengatur tumbuh. Manipulasi tersebut bisa
dilakukan dengan mengondisikan tanaman induk dengan fotoperiodisitas dan
temperatur tertentu untuk mengatasi dormansi serta penambahan ZPT seperti
sitokinin untuk merangsang tumbuhnya mata tunas baru dan untuk meningkatkan
reaktivitas eksplan pada tahap inisiasi kultur
Syarat
eksplan yang baik:
§ Berasal dari induk
yang sehat dan subur
§ Berasal dari induk
yang diketahui jenisnya
§ Tempat tumbuh pada
lingkungan yang baik
§ Ukuran tunas optimal
sekitar 5 cm tingginya
§ Tunas langsung
diproses sesegera mungkin
2. Pembuatan media
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan
kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman
yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam
mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan
seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang
ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan
tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan
pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus
disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.
Biasanya,
komposisi media yang digunakan adalah sebagai berikut :
- Ammonium nitrate (NH4NO3) 1,650 mg/l
- Boric acid (H3BO3) 6.2 mg/l
- Calcium chloride (CaCl2 · H2O) 440 mg/l
- Cobalt chloride (CoCl2 · 6H2O) 0.025 mg/l
- Magnesium sulfate (MgSO4 · 7H2O) 370 mg/l
- Cupric sulfate (CuSO4 · 5H2O) 0.025 mg/l
- Potassium phosphate (KH2PO4) 170 mg/l
- Ferrous sulfate (FeSO4 · 7H2O) 27.8 mg/l
- Potassium nitrate (KNO3) 1,900 mg/l
- Manganese sulfate (MnSO4 · 4H2O) 22.3 mg/l
- Potassium iodine (KI) 0.83 mg/l
- Sodium molybdate (Na2MoO4 · 2H2O) 0.25 mg/l
- Zinc sulfate (ZnSO4 · 7H2O) 8.6 mg/l
- Na2EDTA · 2H2Oa 37.2 mg/lb
3. Inisiasi Kultur
Tujuan utama dari propagasi secara
in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur dari eksplan yang bebas
mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell, 1976). ini
mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari
mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak
diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan
menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya
pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan
(multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell, 1976).
Masalah yang sering dihadapi pada
kultur tahap ini adalah terjadinya pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan
(browning). Hal ini disebabkan oleh senyawa fenol yang timbul akibat stress
mekanik yang timbul akibat pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari
tanaman induk. Senyawa fenol tersebut bersifat toksik, menghambat pertumbuhan
atau bahkan dapat mematikan jaringan eksplan.
4.
Sterilisasi
5.
Sterilisasi adalah bahwa segala
kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu
di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril.
Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang
disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang
melakukan kultur jaringan juga harus steril.
5. Multiplikasi atau
Perbanyakan Propagul
Tahap ini bertujuan untuk menggandakan
propagul atau bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta
memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan
untuk tahap berikutnya. Pada tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan cara
merangsang terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan percabangan aksiler atau
merangsang terbentuknya tunas pucuk tanaman secara adventif, baik secara
langsung maupun melalui induksi kalus terlebih dahulu. Seperti halnya dalam
kultur fase inisiasi, di dalam media harus terkandung mineral, gula, vitamin,
dan hormon dengan perbandingan yang dibutuhkan secara tepat (Wetherell, 1976).
Hormon yang digunakan untuk merangsang pembentukan tunas tersebut berasal dari
golongan sitokinin seperti BAP, 2-iP,
kinetin, atau thidiadzuron (TDZ).
Kemampuan memperbanyak diri yang
sesungguhnya dari suatu perbanyakan secara in-vitro terletak pada mudah
tidaknya suatu materi ditanam ulang selama multiplikasi (Wetherell, 1976).
Eksplan yang dalam kondisi bagus dan tidak terkontaminasi dari tahap inisiasi
kultur dipindahkan atau disubkulturkan ke media yang mengandung sitokinin.
Subkultur dapat dilakukan berulang-ulang kali sampai jumlah tunas yang kita
harapkan, namun subkultur yang terlalu banyak dapat menurunkan mutu dari tunas
yang dihasilkan, seperti terjadinya penyimpangan genetik (aberasi), menimbulkan
suatu gejala ketidak normalan (vitrifikasi) dan frekuensi terjadinya tanaman
off-type sangat besar.
6. Pemanjangan Tunas,
Induksi, dan Perkembangan Akar
Tujuan dari tahap ini adalah untuk
membentuk akar dan pucuk tanaman yang cukup kuat untuk dapat bertahan hidup
sampai saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke lingkungan luar. Dalam
tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh ketahanannya terhadap pengaruh
lingkungan, sehingga siap untuk diaklimatisasikan (Wetherell, 1976).
Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke media lain untuk
pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas mengandung sitokinin sangat
rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan secara individu
atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih ekonomis daripada
secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat diakarkan.
Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara
bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan. Pengakaran tunas in-vitro
dapat dilakukan dengan memindahkan tunas ke media pengakaran yang umumnya
memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. Keberhasilan tahap ini tergantung pada
tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada tahap sebelumnya.
7. . Aklimatisasi
Dalam proses perbanyakan tanaman secara
kultur jaringan, tahap aklimatisasi planlet merupakan salah satu tahap kritis
yang sering menjadi kendala dalam produksi bibit secara masal. Pada tahap ini,
planlet atau tunas mikro dipindahkan ke lingkungan di luar botol seperti rumah
kaca , rumah plastik, atau screen house (rumah kaca kedap serangga). Proses ini
disebut aklimatisasi. Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau
tunas mikro (jika pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru yang
aseptik di luar botol, dengan media tanah, atau pakis sehingga planlet dapat
bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Prosedur
pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil jika planlet
dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi.
Tahap ini merupakan tahap kritis karena
kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan
sangatlah jauh berbeda dengan kondisi iklim mikro di dalam botol. Kondisi di
luar botol bekelembaban nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan tingkat
intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi dalam botol. Planlet
atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam
kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan
sumber energi berkecukupan.
Disamping itu tanaman tersebut
memperlihatkan beberapa gejala ketidak normalan, seperti bersifat sukulen,
lapisan kutikula tipis, dan jaringan vaskulernya tidak berkembang sempurna,
morfologi daun abnormal dengan tidak berfungsinya stomata sebagai mana
mestinya. Strutur mesofil berubah, dan aktifitas fotosintesis sangat rendah.
Dengan karakteristik seperti itu, palanlet atau tunas mikro mudah menjadi layu
atau kering jika dipindahkan ke kondisi eksternl secara tiba-tiba. Karena itu,
planlet atau tunas mikro tersebut diadaptasikan ke kondisi lngkungan yang baru
yang lebih keras. Dengan kata lain planlet atau tunas mikro perlu
diaklimatisasikan.
TEKNIK KULTUR JARINGAN :
- Teknik kultur jaringan sangat sederhana, yaitu suatu sel atau irisan jaringan tanaman yang sering disebut eksplan secara aseptik diletakkan dan dipelihara dalam medium pada atau cair yang cocok dan dalam keadaan steril. dengan cara demikian sebaian sel pada permukaan irisan tersebut akan mengalami proliferasi dan membentuk kalus. Apabila kalus yang terbentuk dipindahkan kedlam medium diferensiasi yang cocok, maka akan terbentuk tanaman kecil yang lengkap dan disebut planlet. Dengan teknik kultur jaringan ini hanya dari satu irisan kecil suatu jaringan tanaman dapat dihasilkan kalus yang dapat menjadi planlet dalam jumlah yang besar.
- Pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman ini berdasarkan teori sel sperti yang dikemukakan oleh Schleiden, yaitu bahwa sel mempunyai kemampuan autonom, bahkan mempunyai kemampuan totipotensi.
Faktor yang
Mempengaruhi Proses Regenerasi
1.
Bentuk Regenerasi dalam Kultur In Vitro: pucuk aksilar, pucuk adventif, embrio
somatik,
pembentukan protocorm like bodies, dll
2. Eksplan
Merupakan
bagian tanaman yang dipergunakan sebagai bahan awal untuk perbanyakan tanaman.
Faktor eksplan yang penting adalah genotipe/varietas, umur eksplan, letak pada
cabang, dan seks (jantan/betina). Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagi
eksplan adalah pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon, hipokotil,
endosperm, ovari muda, anther, embrio, dll.
3. Media Tumbuh.
Di
dalam media tumbuh mengandung komposisi garam anorganik, zat pengatur tumbuh,
dan bentuk fisik media. Terdapat 13 komposisi media dalam kultur jaringan,
antara lain: Murashige dan Skoog (MS), Woody Plant Medium (WPM), Knop,
Knudson-C, Anderson dll. Media yang sering digunakan secara luas adalah MS.
4. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman
Faktor
yang perlu diperhatikan dalam penggunaan ZPT adalah konsentrasi, urutan
penggunaan dan periode masa induksi dalam kultur tertentu. Jenis yang sering
digunakan adalah golongan Auksin seperti Indole Aceti Acid(IAA), Napthalene
Acetic Acid (NAA), 2,4-D, CPA dan Indole Acetic Acid (IBA). Golongan Sitokinin
seperti Kinetin, Benziladenin (BA), 2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan PBA.
Golongan Gibberelin seperti GA3. Golongan zat penghambat tumbuh seperti
Ancymidol, Paclobutrazol, TIBA, dan CCC.
5. Lingkungan Tumbuh
Lingkungan
tumbuh yang dapat mempengruhi regenerasi tanaman meliputi temperatur, panjang
penyinaran, intensitas penyinaran, kualitas sinar, dan ukuran wadah kultur.
2.4 .Kendala dan Masalah dalam melakukan
Kultur Jaringan
Teknik kultur jaringan sampai saat ini
memang belum biasa dilaksanakan oleh para petani, baru beberapa kalangan
pengusaha swasta saja yang sudah mencoba melaksanakannya, karena pelaksanaan
teknik kultur jaringan tanaman memerlukan keterampilan khusus dan harus dilatar
belakangi dengan ilmu pengetahuan dasar tentang fisiologi tumbuhan, anatomi
tumbuhan, biologi, kimia dan pertanian. Dengan demikian jelas akan amat sulit
untuk diterima oleh kalangan petani biasa. Di samping itu, pelaksanaan teknik
kultur jaringan mutlak memerlukan laboratorium khusus, walaupun dapat di
usahakan secara sederhana (dalam ruang yang terbatas), namun tetap memerlukan
peralatan yang memadai. Kemungkinan lain petani akan merasa enggan bekerja
secara aseptik..
Pekerjaan
kultur jaringan meliputi: persiapan media, isolasi bahan tanam (eksplan),
sterilisasi eksplan, inokulasi eksplan, aklimatisasi dan usaha pemindahan
tanaman hasil kultur jaringan ke lapangan. Pelaksana harus bekerja dengan
teliti dan serius, karena setiap tahapan pekerjaan tersebut memerlukan
penanganan tersendiri dengan dasar pengetahuan tersendiri. Karena semua
pekerjaan harus dilaksanakan secara hati-hati dan cermat serta memerlukan
kesabaran yang tinggi.
Biaya untuk mewujudkan perbanyakan
tanaman secara in vitro ini juga sangat mahal, kecuali kita meramu medium
sendiri. Bila kita terpaksa harus membeli medium yang sudah jadi (dalam
kemasan) jelas akan sangat mahal, sebab medium yang sudah jadi masih harus di
impor dari luar negeri. Apalagi kita harus membeli saran untuk perlakuan
isolasi dan fusi protoplas, tentu biayanya akan bertambah besar. Enzim-enzim
yang digunakan dalam kultur jaringan juga masih dibeli dari luar negeri seperti
Jepang.
Lepas
semua dari kendala-kendala tersebut diatas, kita harus mengakui bahwa teknik
kultur jaringan sangat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan, terutama untuk
pengembangan bioteknologi.
§ Masalah-masalah Dalam Kultur Jaringan
Dalam
kegiatan kultur jaringan, tidak sedikit masalah-masalah yang muncul sebagai
pengganggu dan bahkan menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan kegiatan kultur
yang dilakukan. Gangguan kultur secara umum dapat muncul dari bahan yang
ditanam, dari lingkungan kultur, maupun dari manusianya.
Permasalahan dalam kultur ada yang
dapat diprediksi sebelumnya dan ada pula yang sulit diprediksi kejadiannya.
Untuk yang tidak dapat diprediksi, cara mengatasinya tidak dapat secara
preventif tetapi diselesaikan setelah kasus itu muncul.
Adapun masalah-masalah yang terjadi dalam kultur jaringan yaitu:
1) Kontaminasi
Kontaminasi
adalah gangguan yang sangat umum terjadi dalam kegiatan kultur jaringan.
Munculnya gangguan ini bila dipahami secara mendasar adalah merupakan sesuatu
yang sangat wajar sebagai konsekuensi penggunaan yang diperkaya.
Fenomena kontaminasi sangat beragam, keragaman tersebut dapat dilihat dari
jenis kontaminasinya (bakteri, jamur, virus, dll).
Upaya mencegah terjadinya kontaminsi:
1. Biasakan membersihkan berbagai sarana
yang diperlukan dalam kultur jaringan.
2. Yakinkan bahwa proses sterilisasi media secara baik dan benar.
3. Lakukan proses penanaman bahan pada keadaan anda nyaman dan cari waktu yang
longgar.
2) Pencoklatan/browning
Pencoklatan
adalah suatu karakter munculnya warna coklat atau hitam yang sering membuat
tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan
sesunggguhnya merupakan peristiwa alamiah yang biasa yang sering terjadi.
Pencoklatan umumnya merupakan suatu tanda-tanda kemunduran fisiologi eksplan
dan tidak jarang berakhir pada kematian eksplan.
3) Vitrifikasi
Vitrifikasi
adalah suatu istilah problem pada kultur yang ditandai dengan:
Munculnya pertumbuhan dan pertumbuhan yang tidaknormal.
Tanaman yang dihasikan pendek-pendek atau kerdil.
Pertrumbuhan batang cenderung ke arah penambahan diameter
Tanaman utuhnya menjadi sangat turgescent.
Pada daunnya tidak memiliki jaringan pallisade.
4) Variabilitas Genetik
Bila
kultur jaringan digunakan untuk upaya perbanyakan tanaman yang seragam dalam
jumlah yang banyak, dan bukan sebagai upaya pemuliaan tanaman maka variasi
genetik adalah kendala. Variasi genetik dapat terjadi pada kultur in vitro
karena:
Laju multiflikasi yang tinggi, variasi terjadi karena terjadinya sub kultur
berulang yang tidak terkontrol
Penggunaan teknik yang tidak sesuai.
Variasi genetik yang paling umum terjadi pada kultur kalus dan kultur -suspensi
sel, hal tersebut terjadi karena munculnya sifat instabilitas kromosom mungkin
akibat teknis kultur, media atau hormon.
Cara mengatasi masalah variasi genetik tentunya tidak sederhana, harus memperhatikan
aspek yang dikulturkan.
5) Pertumbuhan dan Perkembangan
Masalah
utama berkaitan dengan proses pertumbuhan adalah bila eksplan yang ditanam
mengalami stagnasi, dari mulai tanam hingga kurun waktu tertentu tidak mati
tetapi tidak tumbuh.
Untuk
menghindari hal itu dapat dilakukan dengan preventif menghindari bahan tanam
yang tidak juvenil atau tidak meristematik. Karena awal pertumbuhan eksplan
akan dimulai dari sel-sel yang muda yang aktif membelah, atau dari sel-sel tua
yang muda kembali.
Media juag dapat menjadi sebab terjadinya stagnasi pertumbuhan, karena dari
kondisi medialah suatu sel dapat atau tidak terdorong melakukan proses
pembelahan dan pembesaran dirinya.
Pada
proses kultur jaringan yang bersifa inderict embriogenesis, tahapan pembentukan
kalus harus dilanjutkan dengan mendorong induksi embriosomatik dari sel-sel
kalus. Terjadinya embrio somatik dapat secara endogen atau eksogen.
6) Praperlakuan
Masalah
pada kegiatan in vitro bukan hanya dari penanaman eksplan saja, pertumbuahn dan
perkembangannya dlama botol saja tetapi juga sangat bisa dipengaruhi oleh
persyaratan kegiatan prapelakuan. Pada kasus ini masalah akan muncul bila
kegiatan prapelakuaan tidak dilakukan. Prapelakuan dilakukan umumnya untuk
tujuan-tujuan tertentu, secara umum adalah dalam rangka menghilangkan hambatan.
Hambatan apat berupa hambatan kemikalis, fisik, biologis. Hambatan berupa bahan
kimia penanganannya harus dimulai dari pengenalan senyawa aktif, potensi
gangguan, proses reaksi dan alternatif pengelolaannya.
7) Lingkungan Mikro
Masalah
lingkungan inkubator juga tidak bisa diabaiakan karena ini juga sering menjadi
masalah. Suhu ruangan inkubator sangat menentukan optimasi pertumbuhan eksplan,
suhu yang terlalu rendah aatau tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan pada eksplan.
Kebutuhan
antara satu tananaman dengan tanaman yang lain berbeda, namun demikian
solusinya sulit dilakukan mengingat umumnya ruangan inkubator suatu ruangan
laboratorium kultur jaringan tidak bisa dibuat variasi antara satu ruangan
dengan bagian ruangan yang lainnya. Sehingga optimasi pertumbuhan tidak bisa
diharapkan sama antara kultur yang satu dengan kultur yang lain.
2.5 Metode Pelaksanaan Kultur Jaringan
Metode Kultur Jaringan:
1. Dilihat dari Macam Media Tanam
Teknik kultur jaringan dapat
dilaksanakan dengan dua metode yaitu:
a. Metode Padat (Solid Method)
Metode
pada dilakukan dengan tujuan mendapatkan kalus dan kemudian dengan medium
diferensiasi yang berguna untuk menumbuhkan akar dan tunas sehingga kalus dapat
tumbuh menjadi planlet. Media padat adalah media yang mengandung semua komponen
kimia yang dibutuhkan oleh tanaman dan kemudian dipadatkan dengan menambahkan
zat pemadat. Zat pemadat tersebut dapat berupa agar-agar batangan, agar-agar
bubuk, atau agar-agar kemasan kaleng yang yang memang khusus digunakan untuk
media padat untuk kultur jaringan.
Media
yang terlalu padat akan mengakibatkan akar sukar tumbuh, sebab akar sulit untuk
menembus ke dalam media. Sedangkan media yang terlalu lembek akan menyebabkan
kegagalan dalam pekerjaan. Kegagalan dapat berupa tenggelamnya eksplan yang
ditanam. Eksplan yang tenggelam tidak akan dapat tumbuh menjadi kalus, karena
tempat area kalus yaitu pada irisan (jaringan yang luka) tertutup oleh medium.
Metode
padat dapat digunakan untuk metode kloning, untuk menumbuhkan protoplas stelah
diisolasikan, untuk menumbuhkan planlet dari protokormus stelah dipindahkan
dari suspensi sel, dan untuk menumbuhkan planlet dari prtoplas yang sudah
difusikan (digabungkan).
b. Metode Cair(Liquid Metho)
Penggunaan
metode cair ini kurang praktis dibandingkan dengan metode padat, karena untuk
menumbuhkan kalus langsung dari ekspaln sangat sulit sehingga keberhasilannya
sangat kecil dan hana tanaman-tanaman tertentu yang dapat berhasil.
Oleh
karena itu, penggunaan media cair lebih ditekankan untuk suspensi sel, yaitu
untuk menumbuhkan plb (prtocorm like bodies). Dari protokormus ini nantinya
dapat tumbuh menjadi planlet apabila dipindahkan kedalam media padat yang
sesuai.
Pembuatan media cair jauh lebih cepat daripada media padat, karena kita tidak p
erlu memanaskannya untuk melarutkan agar-agar. Media cair juga tidak memerlukan
zat pemadat sehingga keadaannya tetap berupa larutan nutrein.
2. Dilihat dari Bahan atau Eksplan yang Dipakai
Bila dilihat dari macam bahan yang digunakan, maka metode kultur jaringan yang
telah dikenal sekarang antara lain adalah:
1) Kultur meristem.
2) Kultur antera
3) Kultur endosperma
4) Kultur suspensi sel
5) Kultur protoplas
6) Kultur embrio
7) Kultur spora
Dan lain-lain
3. Dilihat dari Cara Pemeliharaan
Eksplan
yang telah ditanam, agar dapat tumbuh menjadi kalus dan kemudian menjadi
planlet, membutuhkan pemeliharaan yang rutin dan tepat. Artinya, eksplan atau
kalus yang sudah waktunya untuk dipindahkan ke dalam media tanam yang baru
harus segera dilaksanakan, tidak boleh sampai terlambat. Pemindahan yang
terlambat dapat menyebabkan pertumbuahn eksplan atau kalus dapat terhenti atau
dapat mengalami brownig atau terkontaminasi oleh jamur atau bakteri.
2.6
Kelebihan dan Kekurangan dari kultur
jaringan.
- Kelebihan kultur jaringan.
- Pengadaan bibit tidak tergantung musim
- Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif lebih cepat (dari satu mata tunas yang sudah respon dalam 1 tahun dapat dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit)
- Bibit yang dihasilkan seragam
- Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan organ tertentu)
- Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah
- Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan lingkungan lainnya
- Dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki
- Metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu tanaman dewasa
b. kekurangan kultur jaringan.
- Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit.
- Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan (laboratorium khusus), peralatan dan perlengkapan.
- Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan kultur jaringan agar dapat memperoleh hasil yang memuaskan
- Produk kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh
Bab 111
Penutup
3.1
Kesimpulan
1. Kultur
jaringan adalah metode untuk mengisolasi
bagian-bagian tanaman seperti sel, jaringan, ataupun organ serta menumbuhkannya
secara aseptis ( bebas hama ) di dalam atau di atas medium budidaya sehingga
bagian-bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi
tanaman lengkap kembali.
2. Tahapan yang dilakukan dalam kultur
jaringan antara lain :
a.pemilihan dan penyiapan tanaman induk
sumber Eksplan
b. pembuatan media
c.
Inisiasi kultur
d. Sterilisasi
e. Pembuatan media kultur
f. Penanaman eksplan
g. Inkubasi
h. Aklitimasi
3. teknologi kultur jaringan merupakan
penemuan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia, terutama dalam bidang
pertanian.
3.2
Saran
1. Pelaksanaan kultur jaringan di
Indonesia belum cukup banyak dilakukan. Hal ini dikarenakan kurangnya dana dan
fasilitas. Saya menyarankan kepada pemerintah, sebaiknya pemerintah ikut
memperhatikan masalah mengenai pertanian terutama dalam metode kultur jaringan
yang seharusnya dapat menghasilkan keberhasilan yang besar.
2. Pemerintah seharusnya memberikan
penyuluhan dan pengetahuan tentang
kultur jaringan kepada para petani agar mereka dapat menerapkan
teknologi kultur jaringan dalam
pengelolaan tanaman mereka. Hal ini dapat menigkatkan penghasilan pangan di
Indonesia.
3. Peningkatan SDM di Indonesia perlu
ditingkatkan guna menjadikan Indonesia sebagai Negara yang berhasil dalam
bidang pertanian. Khusunya dengan adanya teknologi kultur jaringan ini.
Referensi
Jati,Wijaya.Aktif Biologi.2007.Ganeca Exact:Jakarta.
http://sumarsih07.wordpress.com/kultur-jaringan/
http://anggrek59cirebon.wordpress.com/2008/12/15/kultur-jaringan-pada-anggrek-bagian-2-manfaat-kultur-jaringan/
http://zaifbio.wordpress.com/2009/10/29/kultur-jaringan/
http://www.scribd.com/doc/55461492/Makalah-Kultur-Jaringan-2010
http://thafransisca.wordpress.com/2011/01/30/makalah-kultur-jaringan-lengkap/
http://mardianacb.blogspot.com/2009/03/makalah-kultur-jaringan-pada-tanaman.html
begitu lah ,, silahkan edit sendiri ea :D huhuhu
No comments:
Post a Comment